tvOnenews.com - Polemik yang menerpa Pondok Pesantren Al Zaytun dan juga pimpinannya yakni Panji Gumilang semakin hari semakin memanas imbas dari segala kontroversi yang terjadi didalamnya.
Serangkaian kontroversi terkait ajaran keagamaan yang terjadi di dalam Pondok Pesantren Al Zaytun saat ini tengah mendapatkan perhatian dari masyarakat Indonesia.
Berbagai ajaran yang dilakukan di dalam Ponpes pimpinan dari Panji Gumilang itu dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan syariat Islam.
Mulai dari situ, satu persatu kontroversi terkait cara beribadah yang terjadi di Al Zaytun mulai muncul ke permukaan.
Bahkan saat ini Ponpes Al Zaytun mulai dikaitkan dengan organisasi Negara Islam Indonesia atau NII KW9.
Bahkan saat ini nama dari sejumlah tokoh penting di Indonesia mulai terseret dalam kasus yang menimpa Ponpes Al Zaytun.
Beberapa diantaranya ada nama mantan Pangdam Moeldoko dan juga mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono.
Kedua nama tersebut dianggap memiliki keterkaitan dengan Panji Gumilang serta Pondok Pesantren yang dipimpinnya, Ponpes Al Zaytun.
Namun dalam sebuah kesempatan saat diundang ke acara diskusi Indonesia Lawyers Clud yang tayang di kanal Youtube tvOne, Direktur Jaringan Moderat Indonesia yakni Islah Bahrawi membantah kabar tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Islah Bahrawi mengatakan kalau saat ini hubungan antara A.M. Hendropriyono atau BIN dengan Panji Gumilang dan Al Zaytun sudah terputus.
Dirinya mengatakan kalau A.M. Hendropriyono dan BIN sempat memiliki hubungan dengan PAnji Gumilang dan Al Zaytun di era Presiden Megawati.
"Ketika pada zaman Presiden Megawati dan Kepala BIN nya Pak Hendro, dia ditugaskan untuk menggalang. Lalu digalang lah Panji Gumilang dan berhasil. Nah, kemudian Panji Gumilang meminta untuk membuat satu epicentrum upaya penggalangan ini dan dibuatlah Ma'had Al Zaytun," ungkap Islah.
"Di sini ada figur Panji Gumilang yang bermain dua muka, satu sisi dia digalang oleh pemerintah lewat operasinya BIN, pada sisi yang lain dia masih punya berbagai kelompok-kelompok yang masih terus bergerak dengan NII," sambungnya.
Pembangunan Ponpes Al Zaytun sendiri dikatakan sebagai sebuah cita-cita teokrasi Panji Gumilang membangun ibukota negara (NII) sebagai episentrum.
Islah mengatakan ketika penggalangan dana yang dilakukan lewat operasi pemerintah sudah tidak berlanjut, dikatakan kalau Panji Gumilang pun akhirnya menggaet sejumlah tokoh politis yang dulu ikut menggalang Al Zaytun, namun tidak dengan A.M. Hendropriyono.
"Ketika operasi ini selesai lalu dana dari pemerintah dan juga dari operasi intelijen itu tidak berlanjut, Pak Hendro sudah selesai sebagai kepala BIN dan pak Hendro juga tidak menjadi politisi selesailah semua persoalannya," ungkapnya.
"Dana-dana yang biasa menjadi tambang uang itu tidak mengalir lagi, lalu kemudian Panji Gumilang membuat patron-patron baru di pemerintahan, mantan-mantan Jenderal yang dulu menggalang dia dan beberapa yang masih sibuk berpolitik," lanjutnya.
Islah menerangkan kalau hubungan antara Panji Gumilang dan A.M. Hendropriyono sudah terputus sejak operasi intelijen BIN berakhir.
"Tapi ke Pak Hendro sendiri sepanjang sepengetahuan saya dari data-data yang saya miliki, Pak Hendro kemudian terputus dengan Panji Gumilang. Makanya kalau ada media kemarin menulis di situ ada gedung namanya Hendropriyono ya nggak ada itu," tegasnya.
ISlah mengatakan kalau Panji Gumilang masih berhubungan dengan mantan-mantan Jenderal yang dulu melakukan penggalangan untuknya dan saat ini masih berkecimpung di dunia politik.
"Tapi dengan mantan-mantan Jenderal yang dulu melakukan penggalangan dan masih bergerak pada tataran politik masih, saya meyakini itu masih ada hubungannya," ungkap Islah.
"Kemudian menjadi persoalan baru, ketika operasi intelijen itu selesai Panji Gumilang ini menjadi liar. Ini baik secara ideologi, saat dia kehilangan tambang uangnya sehingga kemudian apa dia membuat satu kegiatan tahunan yang namanya satu muharram itu," jelasnya.
Islah mengatakan kalau kegiatan satu Muharram yang setiap tahun dilakukan di Ponpes Al Zaytun adalah untuk menggalang dana dari para anggota NII karena aliran dana dari pemerintah sudah tidak mengalir ke Al Zaytun.
"Ini adalah bagian dari upaya tetap menghidupkan tambang uang itu sementara tambang uang yang dari pihak pemerintah ini kan udah seret," tutupnya. (akg)
Load more