Pakar Hukum Tata Negara Sebut Penunjukan Pj Bupati Mimika Bertentangan dengan Hukum Administrasi dan Konstitusional
- Tim tvOne/Haris Muhammad
Jakarta, tvOnenews.com - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menanggapi keputusan Penjabat (Pj) Guberbur Provinsi Papua Tengah, Ribka Haluk yang melantik Valentinus Sudarjanto sebagai Penjabat (Pj) Bupati Mimika menggantikan Johannes Rettob.
Fahri menilai pelantikan Valentinus Sudarjanto oleh Ribka Haluk merupakan permasalahan serius yang harus segera dituntaskan melalui pendekatan hukum administrasi maupun secara konstitusional.
Pasalnya, kata dia, Johanes Rettob masih merupakan Pj Bupati Mimika yang sah dan masih dapat menjalankan roda pemerintahan di Mimika. Sebab, meskipun tersangkut masalah kasus dugaan korupsi tetapi Kejaksaan Tinggi Papua memutuskan tidak menahan Johanes Rettob.
“Pada tanggal 01 Maret 2023 Kejaksaan Tinggi Papua mengajukan dakwaan ke Pengadilan Tipikor pada PN Jayapura Kelas I.A, dalam proses ini Johanes Rettob tidak dilakukan penahanan dengan demikian Johanes tetap menjalankan pemerintahannya sebagaimana mestinya,” jelas Fahri.
Akan tetapi, lanjut Fahri, Kejati Papua menempuh upaya hukum kedua dengan mengajukan dakwaan baru dan melayangkan surat kepada Pj Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk untuk memberhentikan sementara Johanes Rettob.
Kejati Papua menuding Johanes Rettob yang masih aktif menjabat sebagai Pj Bupati Mimika telah menggerakkan massa, membuat opini di media sosial, gerilya mencari dukungan politik, pembenaran atas perbuatannya, hingga berupaya menggagalkan proses penuntutan yang sedang berjalan.
Fahri menyatakan langkah Kejati Papua yang meminta pemberhentian sementara Johanes Rettob merupakan bentuk tindakan non-proseduran atau prosudural's inappropriate action.
“Saya berpendapat problem mendasar pertama telah muncul dengan akrobat penegakan hukum yang dipertontonkan oleh Kejati yang kemudian berujung pada korespondensi dengan bersurat ke Gubernur untuk dilakukan pemberhentian,“ tegas Fahri.
Fahri Bachmid memandang bahwa secara yuridis, berdasarkan Ketentuan Pasal 124 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2012 tentang Pemilihan, pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menegaskan bahwa yang
berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam negeri adalah Gubernur, bukan melalui instrumen surat Kajati, dengan demikian maka terdapat aspek prosudur yang bermasalah terkait dengan Keputusan Mendagri tersebut
Load more