“Saya berpendapat problem mendasar pertama telah muncul dengan akrobat penegakan hukum yang dipertontonkan oleh Kejati yang kemudian berujung pada korespondensi dengan bersurat ke Gubernur untuk dilakukan pemberhentian,“ tegas Fahri.
Fahri Bachmid memandang bahwa secara yuridis, berdasarkan Ketentuan Pasal 124 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2012 tentang Pemilihan, pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menegaskan bahwa yang
berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam negeri adalah Gubernur, bukan melalui instrumen surat Kajati, dengan demikian maka terdapat aspek prosudur yang bermasalah terkait dengan Keputusan Mendagri tersebut
Fahri Bachmid mengungkapkan persoalan serius lainnya yakni Johanes Rettob tidak mendapatkan Keputusan mendagri No. 100.2.1.3-1245 Tahun 2023 tentang Pemberhentian Sementara dalam kapasitas sebagai Wakil Kepala Daerah dan/atau Plt. Kepala Daerah Kabupaten Mimika.
Permasalahan tersebut sangat mendasar, karena berkaitan dengan kedudukan subjek hukum yang tentunya mempunyai hak konstitusional untuk menilai apakah produk kebijakan Mendagri tersebut mengandung unsur kesewenang-wenangan atau tidak.
Dengan adanya salinan putusan Mendagri, kata Fahri, Johanes Rettob dapat mengunakan haknya untuk "challenge"ke pengadilan. Sebab hal ini sejalan dengan prinsip hukum administrasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 61 dan Pasal 62 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa Keputusan segera disampaikan kepada yang bersangkutan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditetapkan.
Load more