tvOnenews.com-Sarwono Kusumaatmadja hanya diberi dua pilihan ketika tentara menggiringnya untuk menjadi anggota DPR. Saat itu ia bersama enam rekannya dianggap layak menjadi anggota DPR oleh Kodam VI Siliwangi. "Kami-kami dikasih ultimatum, kita diancam kalian harus dan wajib masuk Golkar dan masuk DPR. 'Kalo gak mau, lu gw tangkep-tangkepin. Silakan kita kasih waktu (berpikir) seminggu'," imbuh Sarwono menirukan Kodam VI Siliwangi.
Setelah berdiskusi dengan sesama aktivis, Sarwono akhirnya menerima tawaran masuk Partai Golkar. Selain Golkar dinilainya satu satunya organisasi politik yang menjanjikan perubahan, ia juga takut masuk ke Rumah Tahanan Militer."Saya takut kecoa," katanya.
Bandung memang menyeret Sarwono memasuki dunia aktivisme mahasiswa terlalu dalam. Padahal, semula Sarwono memilih kuliah di Teknik Sipil ITB hanya karena ingin merasakan tantangan. Ia mendengar sangat sulit masuk ke kampus ITB, apalagi jurusan Teknik Sipil. Alasan lain Rachmat Witoelar, sahabatnya di Perguruan Kanisius Jakarta lebih dahulu studi di Bandung.
Ternyata Sarwono lebih banyak bergaul dengan Rahman Toleng di Jalan Tamblong, Bandung. Di sepotong jalan menuju Museum KAA itu jadi tempat nongkrong para mahasiswa Bandung yang kemudian berkreasi menerbitkan surat kabar mahasiswa yang berskala nasional, Mahasiswa Indonesia. Sampai-sampai bikin gerah penguasa, sehingga akhirnya diberangus.
Rahman Tolleng pernah dipenjara selama 16 bulan gara-gara Malari. Saat ditangkap, Rahman sebenarnya masih anggota DPR RI dari Golongan Karya (Golkar) dan Pemimpin Redaksi Harian Suara Karya, koran yang jadi corong Golkar.
Di Partai Golkar, Sarwono dengan cepat menjadi lingkaran dalam Soeharto. Ia menjadi Sekretaris Fraksi Partai Golkar pada usia 35 tahun.
Load more