Komite IV DPD RI Menerima Masukan Empirik Terkait Rencana Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Penjamin
- Humas DPD RI
Jakarta, tvOnenews.com - Komite IV DPD RI melaksanakan kegiatan penelitian empirik dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang no.1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
Mesranian selaku Kepala Biro Persidangan II DPD RI dalam sambutannya menyampaikan bahwa kKegiatan penjaminan merupakan kegiatan perlindungan atau proteksi atas risiko kerugian finansial yang mungkin terjadi.
“Dengan penjaminan kredit, maka lembaga keuangan merasa aman dengan risiko kredit yang diberikan, sementara UMKM sebagai debitur dapat diberdayakan dalam mengembangkan potensi bisnis karena posisi perusahaannya menjadi lebih bankable,” tambahnya.
Dalam sambutannya pula, Prof. Mohamad Irhas Effendi, Rektor UPN Veteran Yogyakarta, dalam sambutannya menyoroti tantangan penyusunan RUU di Indonesia.
"Ada dua tantangan penyusunan RUU di Indonesia. Pertama adalah sinkronisasi. Kedua adalah harmonisasi” tuturnya.
Beliau berharap agar penyusunan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang no.1 Tahun 2016 tentang Penjaminan dapat berlangsung dengan baik dan lancar.
Prof. Zaenal Arifin Husein, tim ahli RUU Penjaminan, Emil Dardak, menjelaskan latar belakang adanya perubahan atas Undang-Undang no. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
“Masalah pokoknya ada beberapa. Pertama adalah norma. Kedua adalah problem penguatan komitmen negara. Kemudian, problem jaminan arah pengembangan UMKM melalui Lembaga Penjaminan. Kemudian, problem teknologi dan pemanfaatan jaringan IT dalam pemasaran produk,” katanya mengenai masalah utama UMKM melalui lembaga penjaminan.
Sebab, Prof. Zaenal menambahkan, lembaga penjaminan mengalami berbagai kendala, misalnya kendala pengaturan, keterbatasan aspek permodalan, mitigasi risiko, dan infrastruktur UMKM.
Tim ahli RUU Penjaminan lainnya, Dr. Rusli Simanjuntak, menjelaskan tentang ruang lingkup perubahan RUU Penjaminan. Salah satunya ialah pada pasal 18 agar dapat berubah menjadi “Otoritas Jasa Keuangan harus mememberitahu pemohon mengenai lengkap tidaknya permohonan izin usaha yang diajukan selambat-lambatnya dalam 15 (lima belas) hari kerja setelah Otoritas Jasa Keuangan menerima permohonan izin usaha”.
“Alasannya, selama ini OJK bisa tidak memberikan jawaban atas permohonan izin usaha dari para pelaku,” jelasnya.
Dr. Ardito Bhinadi, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN “Veteran” Yogyakarta, menyampaikan masukannya dalam penelitian empirik ini. Menurutnya, terkait siapa yang diuntungkan dengan adanya lembaga penjaminan kredit, “Sebenarnya semua diuntungkan, baik UMKMK maupun lembaga keuangan” terangnya.
Load more