Ilustrasi korban gempa bumi di NTB.
Sumber :
  • viva.co.id

Sahkah Jika Menyalurkan Zakat kepada Korban Bencana?

Jumat, 27 Mei 2022 - 14:48 WIB

Secara geografis, Indonesia memang memiliki potensi bencana alam yang cukup besar. Garis pantai yang luas ditambah dengan untaian gunung berapi yang berada di pulau - pulau besar padat penduduk menjadi faktor utamanya.

Karena hal ini pula, maka tak jarang tersiar berita bahwa penduduk suatu wilayah tiba - tiba terkena musibah seperti banjir, longsor, gempa bumi, erupsi gunung berapi, dan lain - lain. Ini baru bencana alam, belum bencana - bencana lain seperti kebakaran atau kerusuhan.

Para penduduk yang terkena bencana ini tentu sangat membutuhkan bantuan. Mulai dari makanan dan minuman, kebutuhan bayi, obat - obatan, serta uang tunai. Lalu pertanyaannya, sebagai umat Islam apakah sah jika mendistribusikan dana zakat kepada korban bencana?

Sebelum menjawab hal tersebut, alangkah baiknya untuk membedakan terlebih dahulu antara penyaluran dana infak dan shadaqah dengan dana zakat untuk korban bencana.

Dilansir dari laman web muhammadiyah.or.id, menyalurkan dana infak dan shadaqah yang disalurkan untuk korban bencana tidak memiliki persoalan karena memang tidak ada dalil spesifik yang menentukan orang-orang atau golongan yang berhak menerima infaq dan shadaqah tersebut.

Di sisi lain, Islam telah mengatur bagaimana cara penyaluran zakat serta golongan - golongan masyarakat yang berhak menerima zakat tersebut (mustahiq).

Zakat secara spesifik telah ditentukan bagi fakir, miskin, amil, mualaf, untuk memerdekakan hamba sahaya, membebaskan orang yang berhutang, fi sabilillah, dan orang yang sedang dalam perjalanan.

Hal ini secara gamblang dijelaskan di dalam Al - Quran, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. [QS. at-Taubah (9): 60].

Ayat tersebut memang tak secara spesifik menyebutkan korban bencana sebagai salah satu yang berhak menerima dana zakat. Namun demikian, melihat kondisi yang sedang dialami oleh korban bencana, tidak menutup kemungkinan mereka mendapatkan bagian dari dana zakat dengan memasukkannya sebagai golongan fakir dan miskin, dengan dua pertimbangan.

Yang pertama, korban bencana berada dalam kondisi sangat membutuhkan bantuan. Sebagaimana pengertian fakir dan miskin menurut jumhur ulama adalah orang-orang yang dalam kondisi kekurangan dan membutuhkan.

Kedua, orang yang dalam kondisi kekurangan dan membutuhkan ini diperbolehkan untuk meminta-minta, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

“Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya dan Qutaibah bin Said, keduanya menceritakan dari Hammad bin Zaid. Yahya berkata: Hammad bin Zaid menceritakan pada kami dari Harun bin Riyab, Kinanah bin Nu’aim al-‘Adawiy dari Qobishah bin Muhariq al-Hilaly, ia berkata: Aku membawa beban berat, lalu mendatangi Rasulullah saw, lalu aku bertanya kepada Nabi saw tentangnya. Beliau menjawab: “Tinggallah kamu sampai shadaqah datang, lalu kami memberikannya padamu”.
Kemudian Rasulullah saw bersabda: Ya Qabishah, sesungguhnya tidak boleh meminta-minta kecuali untuk tiga orang; seseorang yang membawa beban berat, maka halal baginya meminta-minta sampai memperolehnya kemudian menghentikannya; seseorang yang tertimpa bencana yang menghancurkan hartanya, halal baginya meminta-minta sampai mendapat makanan untuk hidup dan tegak kembali; dan seseorang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang dari kaumnya membenarkan bahwa dia tertimpa kemiskinan, maka halal baginya meminta-minta sampai mendapat makanan untuk hidup dan tegak kembali.
Adapun meminta-minta di luar itu haram ya Qabishah, makan dari hasilnya pun haram.” [HR. Muslim].

Dari sabda Rasulullah di atas, kiranya sudah dapat dipahami bahwa penyaluran dana zakat untuk korban bencana dibolehkan dengan ketentuan diambilkan dari bagian fakir dan miskin.

Selain itu boleh pula diambilkan zakatnya dari bagian orang yang berhutang (gharimin), karena dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhannya, korban bencana memang harus berhutang.

Dengan demikian bagian mustahiq yang lain tidak terabaikan, karena dapat disalurkan secara bersama-sama. Wallahua'lam bisshawab. (afr)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:27
01:57
01:34
01:06
02:16
06:07
Viral