- ANTARA
Milad Muhammadiyah: Kiprah dan Pemikiran 'Sapu Kawat Jawa Timur'
Meskipun begitu, jasa beliau diakui oleh pemerintah dengan dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 162 Tahun 1964.
Warisan dan pemikiran KH Mas Mansur
Selain aktif dalam kegiatan agama, KH Mas Mansur, tokoh kelahiran Kampung sawahan (Jl Kalimas Udik) Surabaya itu juga aktif berorganisasi dan termasuk akrab dengan proklamator Indonesia Bung Karno.
KH Mas Mansur yang menempuh pendidikan di berbagai pesantren itu juga terlibat dalam pendirian organisasi seperti Syarikat Islam, Madrasah Nahdlatul Wathan serta Majelis Taswirul Afkar.
KH Mas Mansur mendirikan Syarikat Islam bersama HOS Tjokroaminoto (1915), mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan (Jl Kawatan VI/26, Surabaya) bersama KH Wahab Hasbullah (1916) serta Majelis Taswirul Afkar (Bersama KH Wahab Hasbulah dan KH Dahlan Akhyat) yang fokus pada perjuangan dan patriotisme.
Yang menarik, Madrasah Nahdlatul Wathan dan Majelis Taswirul Afkar adalah embrio cikal bakal lahirnya NU pada 1926. Namun, KH Mas Mansur lebih memilih bergabung dengan Muhammadiyah karena fokusnya pada organisasi sosial.
Selain organisatoris, KH Mas Mansur yang ditunjuk memimpin Muhammadiyah Cabang di Surabaya pada 1921 itu juga pemikir Islam yang sering menuliskan pemikirannya di media massa, yakni Soeara Santri dan Djinem. “KH Mas Mansur akhirnya meninggalkan Syarikat Islam, karena lebih suka organisasi sosial,” kata Afan Fahmi.
Perjalanan organisasi KH Mas Mansur tercatat bergerak mulai dari partai PSI pada 1926 hingga PSI pecah pada 1927, karena sikap pro-Belanda yang mengakibatkan KH Mas Mansur keluar.
Lalu Kiai besar itu bergabung dengan PII (Pastai Islam Indonesia) di Solo (1938), Partai Gabungan Politik Islam (GAMPI) pada 1939 dan tahun 1940 ke MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan embrio BPUKI bersama KH Wahid Hasyim.
Tahun 1942 terjadi invasi Jepang (PD II), lalu KH Mas Mansur dipanggil pemerintah Jepang ke Jakarta hingga 16 April 1943 untuk bergabung dengan organisasi buatan Jepang, Pusat Tenaga Rakyat (Putera) bersama Bung Karno.
Ketika NICA masuk Indonesia tahun 1945, tak ayal lagi organisasi Belanda itu pun membidik KH Mas Mansur hingga akhirnya dipenjara dan wafat di penjara (1946).
Sebagai seorang reformis, KH Mas Mansur dikenal moderat, terbuka, dan suka belajar. Pemikiran beliau menempatkan Islam sebagai kekuatan sosial yang mampu menggerakkan masyarakat dari bawah. Hubungan lintas organisasi, budaya, dan ideologi yang dibangun olehnya menjadi contoh teladan bagi generasi penerus.
KH Mas Mansur adalah sosok multidimensi yang mengabdikan hidupnya untuk agama, pendidikan, politik, dan perjuangan nasional.