news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Kewajiban Membayar Utang Puasa Ramadhan, Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 184.
Sumber :
  • istockphoto

Kewajiban Membayar Utang Puasa Ramadhan, Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 184

Barang siapa yang tidak puasa ramadhan, maka wajib menggantinya di bulan lainnya. Hal itu sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 184. Ini tafsirnya.
Sabtu, 17 Februari 2024 - 14:57 WIB
Reporter:
Editor :

Dan bagi orang yang berat menjalankannya karena sakit berat yang tidak ada harapan sembuh atau karena sangat tua, wajib membayar fidyah atau pengganti yaitu memberi makan kepada seorang miskin untuk satu hari yang tidak berpuasa itu. 

Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan lalu memberi makan kepada lebih dari seorang miskin untuk satu hari tidak berpuasa, maka itu lebih baik baginya. 

Dan kamu sekalian tetap berpuasa, maka pilihan untuk tetap berpuasa itu lebih baik bagi kamu dibandingkan dengan memberikan fidyah, jika kamu mengetahui keutamaan berpuasa menurut Allah. 

Tafsir Tahlili

Ayat 184 dan permulaan ayat 185, menerangkan bahwa puasa yang diwajibkan ada beberapa hari yaitu pada bulan ramadhan menurut jumlah hari bulan ramadan (29 atau 30 hari). 

Baginda Nabi Muhammad SAW semenjak turunnya perintah puasa sampai wafatnya, beliau selalu berpuasa di bulan ramadhan selama 29 hari, kecuali satu kali saja bulan ramadhan genap 30 hari.

Sekalipun Allah telah mewajibkan puasa pada bulan ramadhan kepada semua orang yang beriman, namun Allah yang Maha Bijaksana memberikan keringanan kepada orang-orang yang sakit dan musafir, untuk tidak berpuasa pada bulan ramadhan dan menggantinya pada hari-hari lain di luar bulan tersebut. 

Pada ayat tersebut tidak dirinci jenis/sifat batasan dan kadar sakit dan musafir itu, sehingga para ulama memberikan hasil ijtihadnya masing-masing antara lain sebagai berikut:

1. Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit atau musafir tanpa membedakan sakitnya itu berat atau ringan, demikian pula perjalanannya jauh atau dekat, sesuai dengan bunyi ayat ini. 

Pendapat ini dipelopori oleh Ibnu Sirin dan Dawud az-Zahiri.

2. Dibolehkan tidak berpuasa bagi setiap orang yang sakit yang benar-benar merasa kesukaran berpuasa, karena sakitnya. 

Ukuran kesukaran itu diserahkan kepada rasa tanggung jawab dan keimanan masing-masing. 

Pendapat ini dipelopori oleh sebagian ulama tafsir.

3. Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit atau musafir dengan ketentuan-ketentuan, apabila sakit itu berat dan akan mempengaruhi keselamatan jiwa atau keselamatan sebagian anggota tubuhnya atau menambah sakitnya bila ia berpuasa. 

Berita Terkait

1
2
3 4 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

00:57
01:35
01:23
02:19
03:49
15:06

Viral