- Istockphoto
Kisah Eks Dokter IGD RSCM yang Bicara Sisi Lain Sejarah Tragedi 1998
tvOnenews.com - Tragedi Mei 1998 masih membekas dalam ingatan bangsa Indonesia sebagai salah satu momen tergelap dalam sejarah reformasi. Kerusuhan besar, pembakaran, penjarahan, dan kekacauan merajalela di berbagai kota, terutama Jakarta.
Di tengah kekacauan tersebut, muncul banyak narasi yang bertahan hingga hari ini, salah satunya adalah isu pemerkosaan massal yang disebut-sebut menimpa perempuan etnis Tionghoa.
Namun, tidak semua pihak sepakat dengan versi yang beredar luas itu.
Salah satu suara yang belakangan muncul kembali dan mulai ramai dibicarakan adalah kesaksian dari Dr. dr. Ani Hasibuan, seorang dokter spesialis saraf yang saat tragedi itu berlangsung masih berusia 24 tahun.
Ia adalah dokter jaga di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), rumah sakit rujukan utama saat korban tragedi 1998 berdatangan.
Lewat pengakuannya, Ani menyampaikan pandangannya soal narasi pemerkosaan massal yang selama ini diyakini banyak orang.
Dalam wawancara yang dikutip dari berbagai sumber, Dr. Ani mengungkapkan bahwa saat itu ia bersama tim medis lainnya bertugas mengidentifikasi jenazah korban kerusuhan.
“Sebagian besar jenazah adalah korban kebakaran, bahkan dalam kondisi terbakar parah hingga gosong,” kata dr.Ani.
Ani menambahkan bahwa jenazah-jenazah tersebut dikirim dari mal-mal yang terbakar di kawasan Jakarta Barat dan Ciledug.
Area parkir forensik RSCM sampai digunakan untuk menampung banyaknya korban.
"Semua korban yang kami tangani adalah korban kebakaran, tidak pernah ada laporan medis atau temuan forensik mengenai tanda-tanda kekerasan seksual. Saya bisa pastikan itu," tegasnya.
Ia juga mengenang bagaimana peran aparat TNI, khususnya Marinir, yang saat itu justru membantu menenangkan situasi.
“Saya masih ingat, di showroom mobil dekat Salemba, warga sudah mau membakar mobil, tapi lalu datang tentara baret ungu, ternyata Marinir. Suasananya jadi berubah. Massa bubar dengan damai,” kenangnya.
Nama Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin juga sempat disebut oleh Ani. Menurutnya, sang jenderal kala itu berbicara lewat pengeras suara, menyampaikan pesan tegas soal kondisi keamanan.
“Kami merasa aman kembali,” tambah Ani, yang saat itu juga dikenal sebagai aktivis mahasiswa Fakultas Kedokteran UI.