- Kolase YouTube
Psikolog Bongkar Fakta, Anak yang Bunuh Ayah dan Nenek Masih Sempat Kirim Pesan ke Teman dan Kerjakan PR: Dia Punya…
tvOnenews.com - Kasus tragis yang melibatkan MAS, seorang anak remaja berusia 14 tahun yang membunuh ayah dan neneknya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, mengejutkan banyak pihak.
Di balik peristiwa ini, berbagai fakta mulai terungkap, termasuk kondisi mental dan perilaku sehari-hari remaja tersebut sebelum kejadian.
Fakta-fakta ini membawa perhatian publik pada pentingnya pemahaman mendalam terhadap kesehatan mental anak dan remaja.
Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, diketahui bahwa MAS pernah dibawa ke psikiater sebanyak empat kali oleh ibunya.
Informasi ini disampaikan langsung oleh MAS saat dimintai keterangan.
"Anak itu pada saat diajak ngobrol terakhir menyatakan, 'Saya pernah dibawa mama ke psikiater empat kali, loh'," ungkap Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Ari Rahmat Idnal.
Namun, saat ditanya alasan ibunya membawanya ke psikiater, MAS mengaku tidak mengetahui alasannya.
Jawaban ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai sejauh mana perhatian keluarga terhadap kondisi mental MAS sebelum tragedi tersebut.
Psikolog Novita Tandry yang diundang dalam program Hotroom bersama Hotman Paris Hutapea, memberikan analisis mendalam terkait perilaku anak MAS.
Berdasarkan informasi dari teman-teman sekelasnya, MAS sering terlihat tertidur di dalam kelas. Hal ini menjadi indikasi awal adanya gangguan tidur yang serius.
"Informasi dari teman-temannya, bahwa di sekolah, MAS sering ketiduran. Kenapa saya masuk ke gangguan tidur? Karena gangguan tidur itu bisa menyebabkan halusinasi, sama dengan gejala dari psikosis," ujar Novita Tandry.
Novita menjelaskan bahwa gangguan tidur seperti yang dialami MAS dapat memicu halusinasi baik secara auditori maupun visual.
Ia juga mencatat bahwa MAS masih sempat berkomunikasi dengan temannya melalui pesan teks pada malam kejadian.
Bahkan, remaja ini masih mengerjakan tugas-tugas sekolahnya di malam tersebut.
“Di malam itu masih chat dengan temannya, dia masih mengerjakan tugas-tugasnya di malam itu. Rasanya kalau menurut saya dia punya kesulitan untuk tidur sampai ke gangguan tidur yang perlu didalami,” tambah Novita.
Dalam wawancara tersebut, Hotman Paris bertanya apakah MAS mungkin sengaja menutupi kondisi mental atau tindakan yang dilakukannya.
Namun, Novita menegaskan bahwa ia tidak melihat adanya indikasi tersebut.
"Dengan apa adanya dia menjawab dan tidak membutuhkan waktu lama, saya melihat ini adalah seorang anak 14 tahun yang sebenarnya sudah menunjukkan tanda-tanda gejala gangguan, tetapi biasanya orang di sekitarnya tidak cukup sensitif untuk menyadari," kata Novita.
Tanda-tanda gangguan mental pada anak seperti MAS, menurut Novita, sering kali tidak disadari oleh keluarga atau lingkungan sekitar.
Ini menjadi salah satu alasan mengapa kasus ini bisa terjadi tanpa adanya intervensi yang lebih dini.
Kasus MAS menjadi pengingat penting bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat luas untuk lebih peka terhadap tanda-tanda gangguan mental pada anak dan remaja.
Dalam kasus MAS, meskipun ia sempat menjalani pemeriksaan oleh psikiater, proses pendampingan dan pemahaman terhadap kondisi mentalnya tampaknya belum dilakukan secara maksimal. (adk)