- ANTARA
Amerika Resesi, Ekonomi China Melemah, Sri Mulyani Khawatir Berimbas Besar Bagi Indonesia
Jakarta - Perekonomian Amerika Serikat resmi masuk ke jurang resesi. Kondisi perekonomian AS setelah dua kuartal berturut-turut terkontraksi yaitu minus 1,6 persen (yoy) pada kuartal I dan 0,9 persen (yoy) pada kuartal II-2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan resesi AS pasti akan mempengaruhi Indonesia mengingat negara itu merupakan negara tujuan ekspor.
“Jadi kalau mereka melemah maka permintaan terhadap ekspor turun dan harga komoditas juga turun,” tegas Menkeu Sri Mulyani saat menghadiri Puncak Dies Natalis 7 PKN STAN di Jakarta, dikutip Minggu (31/7/2022).
Selain itu, Sri Mulyani juga menyatakan bahwa inflasi yang tinggi di AS menandakan bahwa pelemahan ekonomi global pasti terjadi seiring berbagai negara akan melakukan respons kebijakan.
“Kalau seandainya kenaikan suku bunga dan likuiditas cukup kencang, maka pelemahan ekonomi global pasti terjadi,” kata Menkeu.
Sri Mulyani menjelaskan berbagai negara akan mengeluarkan langkah-langkah seperti mengetatkan likuiditas dan menaikkan suku bunga sebagai respons kebijakan terhadap inflasi tinggi di AS.
Langkah mengetatkan likuiditas dan menaikkan suku bunga tersebut pun akan menyebabkan arus modal keluar sehingga pelemahan ekonomi global pasti terjadi.
AS sendiri mengalami inflasi mencapai 9,1 persen yang merupakan tertinggi sepanjang 40 tahun terakhir akibat adanya krisis pangan dan energi.
Krisis pangan dan energi terjadi seiring adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang merupakan produsen terbesar di dunia dari dua komoditas itu.
Ekonomi China Melemah
Kondisi perekonomian AS, secara definisi sudah masuk ke dalam resesi karena mencatatkan pertumbuhan negatif dua kali berturut-turut selama dua kuartal di tahun yang sama.
Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal II-2022 kontraksi atau negatif 0,9 persen (yoy). Pada kuartal I-2022 yoy, pertumbuhan pun tercatat negatif sebesar 1,6 persen.
Sementara itu China, pada kuartal II-2022, pertumbuhan ekonominya mengalami penurunan 0,4 persen dari pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 2,5 persen. Pertumbuhan itu di bawah prediksi pasar 5,5 persen.
Ekonomi yang melemah di dua negara tersebut membuat Sri Mulyani waspada.
"Hari ini Anda baca berita, AS negatif growth Kuartal II, technically masuk resesi. RRT (China) seminggu lalu keluar dengan growth Kuartal II yang nyaris 0," jelas Sri Mulyani.
"Apa hubungannya dengan kita lagi? AS, RRT, Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor turun dan harga komoditas turun".
Meski capaian ekonomi Indonesia terbilang tangguh, Sri Mulyani tak mau besar kepala. Tercatat APBN Surplus di bulan Juni sebesar Rp 73,6 triliun atau 0,39 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kita tahu situasi masih cair dan dinamis. Berbagai kemungkinan bisa terjadi dengan kenaikan suku bunga, capital outflow terjadi di seluruh negara berkembang dan emerging, termasuk Indonesia, dan bisa mempengaruhi nilai tukar, suku bunga, dan inflasi di Indonesia," ungkapnya. (ito)