- Istimewa
Indonesia-USTR Tancap Gas! Negosiasi Tarif Dikebut 60 Hari, Ini Isu Kunci yang Dibahas
Jakarta, tvOnenews.com – Pemerintah Indonesia bergerak cepat usai pertemuan tingkat Menteri dengan United States Trade Representative (USTR) pada Kamis (17/4).
Delegasi RI langsung menindaklanjuti dengan pembahasan teknis, menyepakati format, prosedur, dan jadwal negosiasi yang ditargetkan rampung dalam 60 hari.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Ambassador Jamieson Greer dari pihak USTR. Hanya sehari berselang, Tim Teknis RI langsung duduk bersama Tim Teknis USTR pada Jumat (18/4) untuk mulai membahas isu-isu krusial yang menjadi perhatian kedua negara.
Mengutip dari siaran pers Kementerian Koordinator Perekonomian, kedua pihak menyoroti berbagai hambatan non-tarif seperti perizinan impor, perdagangan digital, hingga bea atas transmisi elektronik atau Customs Duties on Electronic Transmissions (CDET). Isu pre-shipment inspections dan kewajiban surveyor, serta ketentuan local content untuk industri, juga masuk dalam daftar prioritas.
Selain itu, format dan mekanisme negosiasi turut dikupas tuntas, termasuk pembahasan tarif resiprokal, sektoral, dan tarif dasar. Indonesia berharap format dan tahapan negosiasi dapat disepakati dalam waktu dekat, sehingga pembahasan bisa segera berlanjut ke tahap penyelesaian.
“Sesuai arahan Menko Airlangga, target penyelesaian pembahasan adalah dalam 60 hari. Sisa 30 hari dari masa penundaan tarif 90 hari akan digunakan untuk tahap implementasi kesepakatan,” ungkap sumber dari Tim Teknis RI.
Pihak USTR merespons positif proposal Indonesia dan kini tengah menyusun working document berisi cakupan serta substansi negosiasi yang lebih mendalam. Kedua negara juga tengah menyiapkan posisi bersama untuk memperkuat dialog dan mencapai titik temu secepat mungkin.
Tim negosiasi dari Indonesia melibatkan perwakilan lintas kementerian/lembaga terkait kebijakan tarif perdagangan. Mereka terdiri dari pejabat Kemenko Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Dewan Ekonomi Nasional, serta Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Washington DC.
Langkah cepat ini menunjukkan komitmen kuat kedua negara dalam memperkuat hubungan dagang yang lebih seimbang dan saling menguntungkan, sekaligus membuka ruang baru bagi kerja sama ekonomi yang lebih luas di masa depan. (nsp)