news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Ilustrasi IHSG..
Sumber :
  • Antara

Pasar Saham Dibuka Lesu Usai Libur Lebaran, IHSG dan LQ45 Terkoreksi

IHSG turun 3,64% dan LQ45 ambles sebanyak 10,73% usai libur Lebaran. Sentimen global, tarif Trump, dan isu TikTok membayangi pasar saham Asia hingga Eropa.
Selasa, 8 April 2025 - 09:18 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com – Pasar keuangan Tanah Air dibuka dengan nada muram setelah libur Lebaran.

Pada hari pertama perdagangan pasca-libur, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung rontok 596,33 poin atau 9,16 persen ke posisi 5.914,28, menandai salah satu penurunan harian paling tajam dalam beberapa bulan terakhir. 

Nasib lebih tragis menimpa indeks LQ45, yang terjungkal 92,61 poin atau 11,25 persen ke posisi 651,90, menyisakan tanda tanya besar bagi investor dan pelaku pasar.

Penurunan tajam ini tak hanya mencerminkan aksi ambil untung atau koreksi teknikal, melainkan sinyal kepanikan yang lebih dalam. Kombinasi tekanan global dan ketidakpastian domestik menjadi bahan bakar utama ambruknya bursa.

Efek Domino dari Trump dan TikTok

Meski terjadi di dalam negeri, koreksi ini tak bisa dilepaskan dari tekanan eksternal yang terus meningkat. Pernyataan mantan Presiden AS, Donald Trump, yang kembali menggulirkan wacana tarif impor tambahan terhadap barang-barang China, telah menyalakan alarm bahaya di pasar global. 

Trump, dalam kampanyenya, bahkan menyebut akan memberlakukan tarif 60 persen untuk semua barang asal China jika kembali ke Gedung Putih. Hal ini membuat pasar waswas akan kembalinya perang dagang jilid dua.

Tak hanya soal tarif, drama geopolitik antara Washington dan Beijing kembali memanas lewat isu pemaksaan divestasi TikTok di AS, yang oleh China dianggap sebagai bentuk represi ekonomi. Ketegangan ini menciptakan ketidakpastian yang menjalar ke seluruh pasar Asia, termasuk Indonesia.

Bursa Saham Global Terpukul

Di Asia, dampak dari ketegangan perdagangan ini sangat terasa. Indeks Nikkei Jepang anjlok hampir 9% ke level terendah dalam 1,5 tahun, dengan sektor perbankan mengalami penurunan tajam hingga 17,3%. Saham-saham teknologi juga terkena imbas, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi ke depan. 

Di Eropa, pasar saham yang sebelumnya menunjukkan performa cemerlang di awal tahun 2025, kini terhapus dalam tiga sesi perdagangan yang penuh gejolak. Indeks-indeks utama seperti STOXX 600 dan DAX Jerman memasuki wilayah koreksi, mencerminkan kekhawatiran mendalam terhadap dampak tarif AS terhadap rantai pasok dan pendapatan perusahaan. 

Di Amerika Serikat, Wall Street mengalami penurunan tajam, dengan S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun lebih dari 15% dan 20% sejak pelantikan kedua Presiden Donald Trump. Penurunan ini menghapus hampir $5 triliun nilai pasar dalam dua hari, memicu kekhawatiran akan dampak perang dagang terhadap ekonomi.

Langkah Penstabilan Pasar

Menanggapi volatilitas pasar yang meningkat, beberapa perusahaan milik negara di China berjanji untuk meningkatkan pembelian saham guna menstabilkan pasar. China Reform Holdings (Guoxin), misalnya, berencana menginvestasikan 80 miliar yuan ($11 miliar) dalam saham dan ETF, sebagai upaya untuk memperkuat kepercayaan investor. 

Di Thailand, Bursa Efek Thailand mengumumkan penurunan batas atas dan bawah perdagangan saham dari 30% menjadi 15%, serta memberlakukan larangan short-selling. Langkah-langkah ini diambil untuk mengurangi volatilitas pasar yang disebabkan oleh kondisi keuangan yang tidak menentu. 

Investor Kabur dari Risiko

Pelaku pasar tampaknya memilih menarik diri dari aset-aset berisiko, termasuk saham di negara berkembang seperti Indonesia. Saham-saham unggulan dalam indeks LQ45 justru menjadi korban utama. Penurunan nyaris 11 persen pada indeks ini menunjukkan bahwa investor institusional melakukan jual besar-besaran pada saham-saham blue chip, yang biasanya menjadi tumpuan kestabilan IHSG.

Analis pasar modal menyebutkan bahwa kejatuhan ini bisa menjadi awal dari tren bearish jika tekanan global dan sinyal perlambatan ekonomi domestik tak segera diatasi.

Arah Pasar Masih Gelap

Kondisi ini menyisakan kekhawatiran mendalam: apakah pasar akan segera pulih atau justru masuk ke fase krisis baru? 

Sementara otoritas fiskal dan moneter belum memberikan sinyal dukungan berarti, pelaku pasar kini hanya bisa berharap pada stabilitas eksternal dan kepastian kebijakan dalam negeri. (nsp)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral