- Dok. BPJS Ketenagakerjaan
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk Pekerja Indonesia Perlu Banyak Evaluasi, Bandingkan dengan Negara Lain yang Sudah Bisa Genjot Ekonomi
Jakarta, tvOnenews.com – Kondisi jaminan sosial di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang sudah lama melaksanakan jaminan sosial, masih perlu banyak pembenahan dari sisi regulasi dan pelaksanaannya.
Pengelolaan dana pensiun di berbagai negara justru sudah sangat membantu perekonomian negaranya, seperti dana kelolaan pensiun di Belanda 210% dari PDB, Islandia 194% dari PDB, Denmark 175% dari PDB, Australia 128.7% dari PDB, Singapura 86.8% dari PDB, Hong Kong 54% dari PDB, Tiongkok 45% dari PDB, Malaysia 60% dari PDB, Jepang 37%dari PDB, dan Taiwan 39% dari PDB.
Berbeda dengan Jaminan Pensiun di Indonesia yang masih rendah, dan nilainya jauh di bawah negara-negara yang telah disebut di atas, yang masih sekitar 6% dari PDB.
Tentunya, dana kelolaan jaminan pensiun akan sangat mendukung perekonomian Indonesia, namun belum optimal bila dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia.
Hal ini disampaikan pada diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) pada 27 Februari 2025 lalu dengan pembahasan terkait upaya memajukan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Turut hadir sebagai pembicara pada kegiatan tersebut Direktur Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Fasilitas Kesejahteraan Pekerja Decky Haedar Ulum, Direktur Perencanaan Strategis dan TI BPJS Ketenagakerjaan Zainudin, dan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar.
Para pemateri memaparkan tantangan jaminan sosial ketenagakerjaan saat ini dan masa depan, serta peran jaminan sosial ketenagakerjaan untuk mendukung perekonomian nasional, perusahaan dan pekerja atau buruh.
“Untuk mendukung kemajuan jaminan sosial ketenagakerjaan ke depan, penting jaminan sosial menjadi inklusif, adaptif dan berkelanjutan, maka IHII mendorong segera diimplementasikannya JKK dan JKM bagi pekerja informal miskin yang bersumber dari APBN dengan merevisi PP nomor 76/2015 dan sektor mikro dengan merevisi Perpres nomor 109/2013,” ungkap Timboel dalam keterangan yang diterima, Kamis (6/3/2025).
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara.
BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik di Indonesia yang bertanggung jawab menyelenggarakan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja Indonesia melalui 5 program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM).
Tentunya sudah banyak manfaat yang diberikan kelima program ini kepada pekerja Indonesia, baik pekerja formal, informal, Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan pekerja Jasa Konstruksi (Jakon).
Hingga akhir tahun 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah melindungi 42,5 juta pekerja di Indonesia. Dari jumlah tersebut, mayoritas berasal dari sektor formal sebanyak 35,5 juta pekerja, sementara 9,9 juta lainnya merupakan pekerja sektor informal atau Bukan Penerima Upah (BPU). Jumlah kepesertaan tersebut meningkat 8,82 persen dari tahun sebelumnya.
“Sebagai badan yang ditunjuk untuk mensejahterakan pekerja, kami sangat mendukung upaya pemerintah dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan PP Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Iuran JKK Bagi Industri Padat Karya Tertentu,” ungkap Zainudin.
Dengan telah terbitnya PP Nomor 6 2025 dan PP Nomor 7 Tahun 2025, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan berharap dapat memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan yang lebih optimal bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta menjaga stabilitas industri padat karya.
Sebagai bentuk dukungan bagi pekerja yang mengalami PHK, BPJS Ketenagakerjaan menaikan besaran manfaat uang tunai JKP menjadi 60% dari upah yang dilaporkan, dengan batas upah Rp5 juta. Manfaat ini diberikan untuk paling lama 6 bulan.
Bagi pemberian kerja, BPJS Ketenagakerjaan turut memberikan relaksasi iuran JKK sebesar 50% selama 6 bulan sejak Februari sampai Juli 2025 bagi industri padat karya tertentu.
IHII mendukung akses kepesertaan jaminan pensiun bagi pekerja informal, PMI, dan Jakon, dengan merevisi pasal 39-42 UU SJSN. Untuk memastikan jaminan sosial ketenagakerjaan lebih adaptif maka penting melakukan perbaikan regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Pada kesempatan ini IHII mendorong Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan untuk terus melakukan edukasi dan sosialisasi program jaminan sosial ketenagakerjaan kepada pekerja dan pengusaha untuk lebih mendukung jaminan sosial yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan," tutup Timboel. (rpi)