Akademisi IPB University, Prima Gandhi..
Sumber :
  • Dok. Kementan

Akademisi IPB Kritik Model Kerja Bulog yang Tidak Pernah Berubah, Petani Maunya Pembelian Gabah Bukan Beras

Minggu, 19 Januari 2025 - 22:50 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Akademisi IPB University, Prima Gandhi menekankan pentingnya Bulog dan Badan Pangan Nasional dalam melakukan penyerapan gabah sesuai dengan ketentuan harga pemerintah atau HPP yaitu sebesar Rp6.500 per kilogram.

“Bukan sebaliknya yang diserap beras. Itu yang saya lihat keliru. Mengapa? Karena gabah sudah di depan mata terutama dalam mempercepat swasembada,” ujar Prima Gandhi, Minggu, 19 Januari 2025.

Prima mengatakan bahwa serapan gabah merupakan perintah langsung Presiden Prabowo Subianto dan telah menjadi keputusan bersama.

Jangan sampai, kata dia, petani sudah berkeringat melakukan produksi tetapi rugi akibat harga yang ditetapkan jauh di bawah HPP.

“Pola kerja Bulog yang seperti ini merupakan pola lama yang tidak pernah berubah sejak dulu. Saya melihat kok selalu seperti ini terus model kerjanya. Bukan menyerap gabah tapi malah beras,” katanya.

Menurut Prima kondisi ini diperparah lantaran Badan Pangan Nasional (Bapanas) malah mengeluarkan kebijakan rafaksi atau pertimbangan pembelian gabah petani sesuai yang tertera pada keputusan Kepala Bapanas no 2 tahun 2025.

Kata dia, kebijakan tersebut hanya bisa dijadikan opsi apabila serapan gabah petani sudah di atas 90 persen.

“Kalau disaat panen raya seperti ini sebaiknya tidak perlu rafaksi. Rafaksi itu bisa digunakan sebagai opsi saja apabila serapan gabah petani sudah melebihi 90 persen,” katanya.

Bagi Prima, kebijakan rafaksi sangat berkaitan dengan pembelian gabah yang bisa saja dibawah Rp6.500. Dan yang pasti, jika kebijakan ini berjalan, sudah pasti petani akan mengalami kerugian dan swasembada terancam gagal.

“Belum dibeli aja sudah ada pertimbangan sosoh, patah kadar air dan sebagainya sehingga akan ada dasar untuk membeli dibawah Rp6.500. Ini jelas merugikan petani yang sudah mati-matian berproduksi,” katanya.

Sekretaris Jenderal DPP Pemuda Tani Indonesia, Suroyo, juga mengkritik kebijakan Bulog yang lebih memprioritaskan penyerapan beras dibandingkan gabah petani.

Ia menilai langkah ini tidak hanya merugikan petani tetapi juga bertentangan dengan arahan Presiden untuk mempercepat swasembada pangan dan mensejahterakan petani sebagai tulang punggung ketahanan pangan nasional.

“Presiden sudah jelas meminta agar Bulog menyerap gabah petani di seluruh Indonesia tanpa terkecuali. Ini adalah bagian dari komitmen besar beliau untuk mensejahterakan petani dan mempercepat swasembada pangan. Jangan sampai Bulog justru menghalangi niat baik Presiden dalam membantu rakyat kecil,” tegas Suroyo.

Dia menambahkan bahwa kebijakan menyerap beras, bukan gabah, membuka celah bagi tengkulak-tengkulak baru untuk mengambil keuntungan besar.

“Petani menjual gabah kepada tengkulak dengan harga rendah, sementara tengkulak menjual beras hasil penggilingan kepada Bulog dengan harga tinggi. Akibatnya, petani tetap berada di posisi yang dirugikan,” ujarnya.

Senada dengan Prima dan Suroyo, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor, menilai keputusan Badan Pangan Nasional (Bapanas) terkait penerapan rafaksi harga gabah dan beras sebagai kebijakan yang sangat keliru.

Sebagai informasi, rafaksi yang diatur Bapanas melalui Peraturan Nomor 2 Tahun 2025 ini dinilai akan berdampak pada penurunan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang sebelumnya telah dinaikkan menjadi Rp6.500 per kilogram.

“Sangat keliru, karena rafaksi yang diatur Bapanas sudah pasti akan menurunkan HPP, padahal HPP saat ini menjadi acuan pembelian gabah sebesar Rp6.500,” katanya.

Rafaksi harga gabah sendiri merupakan pengurangan atau penyesuaian harga berdasarkan kualitas atau kondisi gabah yang tidak memenuhi standar tertentu, seperti kadar air, kadar hampa, atau tingkat kotoran.

Menurut Yadi, kebijakan rafaksi ini bertentangan dengan keputusan bersama dan perintah langsung Presiden Prabowo Subianto yang telah menegaskan agar Bulog menyerap semua gabah petani di seluruh Indonesia tanpa terkecuali. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat tercapainya swasembada pangan.

“Kalau nantinya Bulog membeli di bawah HPP, bagaimana kita bisa mencapai swasembada? Dan bagaimana petani bisa sejahtera jika hasil panen mereka dihargai lebih rendah?” Jelasnya.

Terpisah, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Arwakhudin Widiarso mengatakan bahwa perum Bulog telah menargetkan penyerapan beras dari petani sebanyak 1,4 juta ton pada puncak panen raya di Bulan Maret-April mendatang.

Adapun sesuai penugasan Badan Pangan Nasional/NFA Bulog diminta menyerap 2 juta ton beras petani.

“Sesuai rencana kerja dan anggaran perusahaan, kami membuat perhitungan pengadaan dalam 2 juta ton dengan harapan 3 juta ton penyerap beras,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menargetkan Bulog untuk menyerap beras petani sebanyak 2,5 juta sampai 3 juta ton. Target ini sejalan dengan penetapan harga terbaru pembelian HPP untuk GKP di tingkat petani.

“Target Bulog saat ini 2,5 sampai 3 juta ton baik dalam bentuk gkp yang setara beras 600.000 ton, gkp yang setara beras 900.000 ton kemudian 1,5 juta ton dalam bentuk beras di seluruh Indonesia,” jelasnya. (rpi)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
06:08
10:15
01:40
02:37
01:56
04:07
Viral