PT Sritex Contoh Korban Ego Sektoral di Industri Manufaktur.
Sumber :
  • dok. DPR RI

PT Sritex Contoh Korban Ego Sektoral di Industri Manufaktur

Selasa, 19 November 2024 - 15:31 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Bambang Soesatyo (Bamsoet) selaku anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia menegaskan bahwa ego sektoral yang sekarang ini sedang terjadi diibaratkan sebagai perangkap yang dapat menyebabkan industri manufaktur dalam negeri mati suri dan tidak dapat menyerap angkatan kerja.

Maka dari itu, Bamsoet menyebut masalah ini seharusnya segera diakhiri oleh para menteri ekonomi di Kabinet Merah Putih. 

Dibutuhkan kebijakan industrial yang lebih komprehensif agar bisa memberikan ruang bagi sektor industri dalam negeri untuk terus bertumbuh dan berkemampuan menyerap angkatan kerja.

"Contoh kasus paling mencolok tentang ego sektoral adalah kebijakan tata-niaga atau ekspor-impor yang nyata-nyata berlawanan dengan kehendak memperkuat kontribusi industri dalam negeri bagi pertumbuhan ekonomi,” tegas Bamsoet dalam rilisnya hari Selasa (19/11/2024). 

Bamsoet dalam keterangannya juga menyebut PT Sritex yang saat ini dalam kondisi pailit merupakan salah satu contoh korban adanya ego sektoral yang membuat industri manufaktur berada di posisi terendah. 

“Impor produk manufaktur yang tidak terkendali menyebabkan produktivitas industri manufaktur dalam negeri turun ke titik terendah. PT Sritex, PT Sepatu Bata, dan puluhan perusahaan industri manufaktur lainnya yang sudah berhenti berproduksi adalah contoh kasus atau korban dari perilaku ego sektoral institusi pemerintah," tambahnya. 

Contoh kasus lain tentang perilaku ego sektoral adalah adanya rancangan kebijakan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen per Januari 2025. 

Pasalnya, niat untuk menaikkan penerimaan negara dari pajak tersebut malah membuat masyarakat panik lantaran eksesnya yang cukup menakutkan. Harga barang dan jasa otomatis naik di tengah kecenderungan melemahnya daya beli masyarakat. Apabila daya beli masyarakat terus dibuat lemah, target menaikkan penerimaan negara dari PPN rasanya sulit diwujudkan.

"Selain itu, sektor industri dalam negeri pun akan menerima ekses dari melemahnya konsumsi publik yang sudah terkonfirmasi oleh data tentang deflasi beberapa bulan terakhir ini. Bahkan, dengan naiknya PPN menjadi 12 persen, sumbangan konsumsi masyarakat atau rumah tangga bagi pertumbuhan ekonomi pun akan melemah sebagai konsekuensi logis dari melemahnya daya beli orang kebanyakan," kata Bamsoet.

Bamsoet menguraikan, berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), jumlah angkatan kerja per Februari 2024 sebanyak 149,38 juta. Jumlah tersebut mencerminkan kekuatan konsumsi masyarakat. Sayangnya, sebagian dari jumlah ini sudah tidak bekerja lagi karena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"PHK banyak terjadi di sektor manufaktur. Sebelumnya, dilaporkan bahwa sektor manufaktur Indonesia menyerap 18,82 juta tenaga kerja. Faktanya cukup memprihatinkan karena sudah puluhan ribu pekerja di sektor ini di-PHK, karena pabrik tempat mereka bekerja berhenti berproduksi," pungkas Bamsoet. (nsp)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral