

- tim tvone - khumaidi
Peternak di Sidoarjo Resah Wabah PMK, 2 Ekor Sapi Mati, 9 Lainnya Kritis
Sidoarjo, tvOnenews.com - Warga peternak di Sidoarjo resah, pasalnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menyerang ternak sapi milik Saifulloh, warga Desa Anggaswangi, Sukodono. Akibatnya 11 ekor sapi positif terjangkit PMK, 2 diantaranya mati.
“Awal Februari kemarin 1 ekor mati, disusul kematian yang kedua sekitar 3 hari lalu. Nah yang sekarang di kandang ada 9 ekor sapi sakit akibat PMK. 2 sapi mati sudah saya kubur di lahan belakang dekat kandang disini,” ungkap Saifulloh seraya menunjukan tanah bekas galian sapi yang di kubur.
Salah satu sapi yang mati terjangkit PMK, Saifulloh menceritakan awal mula sapi miliknya terpapar PMK, saat ia membeli beberapa ekor sapi baru dari pasar hewan di Probolinggo.
“Sekitar akhir Januari 2025 lalu saya beli beberapa ekor sapi di pasar hewan Probolinggo. Waktu beli, saya amati sapi sehat dan tidak ada tanda-tanda sakit. Begitu saya bawa pulang, 3 hari kemudian sapi mengalami demam tinggi. Lalu sapi yang lainnya tiba-tiba juga jatuh sakit dengan ciri-ciri persis PMK,” bebernya.
Saifulloh mengatakan usaha peternakan sapi telah dirintisnya dari tahun 2008 dan baru kali ini terserang PMK. Ia resah jika penyakit ini menular cepat ke sapi jenis simental dan limousin yang ada di kandang. Sementara untuk memisahkan sapi sehat dengan yang sakit terkendala keterbatasan kandang.
“Total sapi sehat ada 15 ekor jenis simental dan limousin. Sapi sakit ada 9 ekor. Semua sapi campur, ada yang sakit dan sehat. Kalau dipisah katanya harus ada kandang lain, saya gak punya. Lahan saya ya adanya segini. Maka dicampur jadi satu,” terangnya.
Saifulloh menyebut kerugian yang harus ditanggungnya akibat 2 sapi mati karena terpapar PMK, mencapai Rp 32.500.000. Sapi yang kini kondisinya kritis ditandai dengan ciri mulut mengeluarkan busa. Selain itu terdapat luka terbuka di bagian lubang hidung. Pada bagian kuku kaki juga ditemukan banyak luka, termasuk di belahan kuku.
“Dari 9 ekor sapi punya saya sakit PMK kritis, hanya bisa ndeprok (terpuruk) dan tidak kuat berdiri. Kalau dibangunkan harus dibantu ngangkat. Mulutnya berbusa dan lendir terus keluar tandanya sakit gak mau makan. Bagian belahan kuku juga ada yang sudah busuk dan mengeluarkan darah,” akunya sambil menunjuk kuku sapi yang dimaksud.
Peternak resah jika penyakit yang menyerang sapi ini tidak segera diobati bisa berpotensi kematian susulan dan merugi. Upaya meminta bantuan vaksin PMK kepada pemerintah daerah juga tidak direspon dengan baik. Bahkan jawaban yang disampaikan oleh petugas dinas terkait dirasa sungguh mengecewakan.
“Pernah minta vaksin PMK yang katanya gratis buat sapi saya yang sakit. Malah dijawab oleh petugasnya, sapi yang sakit tidak boleh divaksin dulu, nunggu sembuh. Kalau sudah sehat baru divaksin PMK,” tutur Saifulloh menirukan ucapan petugas dinas kesehatan hewan.
Tak ingin sapi lainnya yang sehat tertular, Saifulloh mengambil inisiatif vaksin mandiri. Hanya saja harga vaksin PMK dirasa cukup mahal, sehingga memberatkan peternak.
“Sempat saya beli vaksin PMK melalui jalur mandiri. Harganya sekitar Rp 500 ribu. Kami berharap peternak yang sapinya sakit seperti punya saya ini dapat bantuan vaksin PMK yang katanya gratis dan sudah disediakan pemerintah,” pungkasnya. (khu/hen)