- Tim tvOne - Tri Handoko
Keluhkan Mahalnya Biaya Seragam yang Dijual SMP Negeri di Brebes, Orang Tua Siswa: Harus Berhutang Jutaan Rupiah
Brebes, tvOnenews.com - Meski berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 pasal 181 dan 198, baik pendidikan, tenaga pendidik, dewan pendidikan, maupun komite sekolah/madrasah dilarang untuk menjual bahan atau baju seragam. Namun, seolah-olah aturan tersebut banyak yang tidak diindahkan di sejumlah sekolah negeri di daerah.
Salah satunya di Brebes Jawa Tengah, dimana pada tahun ajaran baru tahun 2025, disinyalir banyak SMP Negeri di Brebes yang menjual bahan seragam sekolah yang diduga menjual diatas harga dipasaran (mark up).
Kondisi ini dikeluhkan para orang tua/ wali murid, khususnya dari kalangan tidak mampu, yang terpaksa harus membeli bahan seragam di sekolah negeri.
Salah seorang wali murid SMP Negeri di Brebes, AM (45) mengaku, bahwa dirinya yang hanya berprofesi sebagai buruh bangunan harus memutar otak dan tenaga untuk membayar biaya bahan seragam beserta atribut untuk anaknya yang masuk SMP Negeri.
Tak tanggung-tanggung, harga satu paket bahan seragam (bahan seragam OSIS Biru, pramuka, batik dan baju olahraga) mencapai Rp 1,2 juta, ditambah harus membayar ongkos jahit hingga Rp 450 ribu untuk tiga stel.
Semua ini demi memenuhi arahan pihak sekolah, apalagi ia takut jika membeli di luar sekolah akan membuat anaknya “bermasalah dalam pendataan”.
“Katanya nanti enggak dicatat, beda kelas sendiri. Saya takut anak jadi malu. Tapi kenapa harus semahal itu, padahal saya tahu harga pasaran jauh lebih murah? Padahal saya sudah beli seragam OSIS biru putih di toko seragam di sini, harganya Rp 150 ribuan satu stel sudah jadi. Tapi tetap diarahkan harus dari pihak sekolah. Katanya biar seragam biar enggak beda. Tapi apa harus semahal itu?” kata AM kepada awak media, Senin (28/07/2025) siang.
Ia pun menambahkan bahwa banyak orang tua lain dari sekolah negeri berbeda juga menyuarakan kekhawatiran yang sama.
Meski tidak ada aturan tertulis yang mewajibkan pembelian lewat sekolah, tekanan moral dan sosial membuat mereka merasa tidak punya pilihan lain.
Bahkan, disebut-sebut diduga ada rekanan dari luar kota yang menjadi pemasok utama bahan seragam tersebut.