- Wikipedia/Instagram @gorontaloculture
Akankah Lahir Escobar van Gorontalo?
Di Pohuwato bahkan sampai membakar kantor pemerintahan. Dan kini, penambang di Bone Bolango beberapa kali mendemo DPRD menuntut konsesi lahan. Tentu, tak ada asap tanpa ada api. Karena itu, bisnis tambang membutuhkan pengamanan politik. Dan investor tambang memiliki kemampuan untuk itu.
Sedangkan petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang jumlahnya jauh lebih besar dan menjadi pelaku kemiskinan sejati, tak memiliki kuasa untuk melakukan manuver politik. Jangankan untuk mengendalikan bupati dan gubernur atau anggota dewan, untuk melakukan demonstrasi yang efektif pun tak punya daya. Termasuk untuk menjadikan aktivis dan wartawan secara konsisten, persisten, dan ideologis untuk memperjuangkan nasib mereka.
Sedang Kawin
Thomas Hobbes menulis buku berjudul Leviathan. Dalam buku ini, pada intinya Hobbes menggagas tentang pentingnya kehadiran negara untuk menciptakan dan menjaga ketertiban. Untuk bisa melaksanakan fungsi itu, negara mengambil sebagian kebebasan individu.
Ini memberi kewenangan kepada negara untuk menjaga kedamaian dan ketertiban. Karena tanpa negara maka yang terjadi adalah bellum omnium contra omnes atau perang semua melawan semua.
Jika hal itu terjadi maka yang tercipta adalah hukum rimba. Manusia akan hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian. Hidup menjadi kasar dan brutal, bahkan singkat. Manusia menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus), sebuah ungkapan dari Plautus dari masa Romawi yang dipopulerkan kembali oleh Hobbes.
Tentu tak semua manusia itu buruk seperti digambarkan oleh Hobbes. John Locke misalnya menilai manusia itu seperti kertas putih yang kosong, bagai tabula rasa. Karena itu, manusia harus diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya.
Namun dalam praktiknya, tentu manusia ada yang memang tabiatnya buruk, ada yang memiliki tabiat baik. Dalam buku Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty, Daron Acemoglu dan James A Robinson mencatat bahwa negara-negara yang gagal adalah karena praktik bernegaranya bersifat ekstraktif. Yaitu negara hanya dikendalikan oleh elite, yang menggunakan kekuasaan untuk mengeksploitasi rakyat.
Negara yang demikian akan cenderung miskin dan stagnan. Sedangkan negara yang bersifat inklusif – yang menjamin hak milik, ada supremasi hukum, dan mendorong partisipasi luas dalam kegiatan ekonomi dan politik – akan membawa pada kemakmuran. Acemoglu dan Robinson tak hanya mencontohkan negara, tapi juga wilayah. Dengan demikian, bisa berupa negara, tapi juga bisa berupa kota atau provinsi.