- tim tvonenews.com
Kaesang
Agaknya kita perlu ingat lagi diksi kesabaran revolusioner yang pernah diucapkan Megawati Soekarnoputri. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) jadi salah satu parpol yang terkuat 'party ID'-nya saat ini, semacam derajat kedekatan warga dengan partai yang diyakini akan dipilih dalam pemilu. Tingginya 'party ID' karena sejarah panjang partai ini melawan penguasa Orde Baru. Ada kesetiaan menjalani proses politik yang keras, terjal dan berliku sebelum akhirnya dipercaya konstituennya.
Pada sikap PSI kita menyaksikan politik yang mati. Memang partai tetap tetap ada, paling tidak ada pertemuan rutin, tapi kita tidak melihat denyar-denyar gagasan dibahas lagi dengan riuh rendah di kegiatan politik PSI.
Tak ada adu gagasan soal pilihan pilihan kebijakan negara, memberikan alternatif atau mendesakan solusi. Misalnya apakah putusan berhutang untuk membiayai infrastruktur adalah kebijakan yang tepat. Bagaimana reformasi birokrasi seharusnya dilakukan. Bagaimana konflik lahan harusnya diselesaikan.
Kita tak mendengar percakapan dewasa dan cerdas, selain soal Kaesang harus jadi Ketua Umum. Kita juga tak mendengar alasan ideologis yang disampaikan. Juga tak terdengar ada kubu yang menolak, memilih berbeda atau berseberangan agar ada putusan yang lebih prismatis (seperti layaknya intan, ia indah karena digerus dari banyak sisi).
Perdebatan seperti dihindari karena mereka tak lagi terhubung dengan publik luas. Publik, konstituen, massa kebanyakan, saya kira sudah bukan lagi dianggap faktor. Pertemuan partai bukan lagi soal apa yang baik dan buruk bagi publik. Bahkan baik dan buruk bisa jadi sudah tak relevan karena partai, kendaraan bagi perjuangan gagasan sudah berubah jadi klik semata.
Ketika klik mendominasi dan kepentingan kelompok begitu berkuasa, politik mati diam-diam. Saya teringat, misalnya Partai Rakyat Demokratik (PRD), partai kecil yang tak lolos pemilu, namun dikenang sebagai salah satu partai anak muda yang hidup dengan gagasan besar. Cita cita politiknya ketika itu, pada 1990-an untuk mencabut paket 5 Undang Undang Politik, Cabut Dwi Fungsi ABRI sangat bertaut dengan publik.
(Budiman Sudjatmiko saat Deklarasi Partai Rakyat Demokratik (PRD) 22 Juli 1996. Sumber: Dok. Petrus Hariyanto)