Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan.
Sumber :
  • Istimewa

Kepala BIN Meramal Perekonomian 2023 dengan Istilah 'Winter is Coming'

Jumat, 20 Januari 2023 - 04:45 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Perekonomian Indonesia akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian pemerintah. Maka tak heran, Presiden Jokowi meminta masyarakat menyelaraskan perasaan. 

Hal itu lantaran, Jokowi sebut keadaan semua negara termasuk Indonesia berada pada kegentingan global. Tak lain mengikuti beberapa ancaman dan risiko yang selalu membayangi saat ini. Seperti resesi global, keuangan, krisis pangan, krisis energi.

Di mana hal itu dikarenakan, Jokowi sebut, dampak dan iflasi yang terus meninggi. Bahkan tak hanya Jokowi saja yang membicarakan nasib perekonomian Indonesia.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati meminta masyarakat Indonesia perlu mewaspadai terhadap berbagai potensi risiko mulai dari resesi, utang, geopolitik hingga perubahan iklim atau climate change yang akan mengancam perekonomian global pada tahun ini.

“Saya ingin sampaikan beberapa alasan untuk kita waspada (pada 2023) sebelum kita optimis (pada 2023),” katanya dalam CEO Banking Forum di Jakarta, Senin.

Sri Mulyani menuturkan potensi resesi tahun ini salah satu mulai tercermin dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan ekonomi global 2023 hanya tumbuh 2,7 persen.


Presiden RI Joko Widodo.

Perkiraan IMF terhadap ekonomi global 2023 tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi 2022 yang sebesar 3,2 persen bahkan realisasi pertumbuhan 6 persen pada 2021.

Melalui perkiraan itu, IMF pun memprediksikan 30 persen sampai 40 persen dari perekonomian negara-negara di dunia akan mengalami resesi pada tahun ini.

Di samping itu semua, dilansir dari VIVA, Jumat (20/1/2023), Badan Intelijen Negara (BIN) juga memprakirakan kondisi perekonomian di tahun 2023. 

Pada saat tahun kelinci air ini, BIN 'meramal' bahwa 2023 akan gelap dan penuh dengan ketidakpastian.

Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan saat Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia di Sentul City, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dalam keterangannya, yang dikutip pada Jumat, (20/1/2023). 

"Foresight (tinjauan masa depan) dari intelijen dunia itu menggambarkan tahun 2023 sebagai tahun yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian. Istilah intelijen disebut dengan winter is coming," kata Budi Gunawan.

Budi Gunawan juga menyebutkan ada juga 2023 digambarkan sebagai tahun yang dibayangi ancaman resesi dan inflasi.

"Yang dampaknya akan berpengaruh sampai dengan ke daerah yang mengena dan dirasakan oleh ekonomi rumah tangga di sudut-sudut kota, di kabupaten hingga pelosok-pelosok desa," kata Budi Gunawan.


Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Tak hanya itu saja, Budi Gunawan menuturkan, merujuk foresight intelijen, analisis big data BIN, dan counterpart intelijen dunia, ada beberapa potensi ancaman dan tantangan global pada 2023. Menurut dia, hal itu perlu jadi perhatian semua pihak.

Menurutnya, perang Rusia dan Ukraina diprediksi masih berlangsung lama. Selain itu, perang dua negara tersebut berpotensi diperparah dengan munculnya penggunaan senjata nuklir dalam skala terbatas. 

Dikhawatirkan, katanya, perang antara dua negara tersebut mengganggu pasokan energi dan pangan dunia.

Selain itu, dia ucapkan, situasi konflik geopolitik China dan Taiwan di Selat Taiwan juga akan makin memprihatinkan. Sebab, akan memengaruhi jalur logistik dunia.

"Akibatnya, banyak negara terpaksa harus menerapkan nasionalisme yang sempit atau langkah-langkah proteksionisme guna untuk mengamankan dan memenuhi kebutuhan dalam negerinya masing-masing," beber Budi Gunawan.

Sambung Budi Gunawan menjelaskan, infrastruktur di negara-negara Eropa mulai banyak yang terbengkalai. Menurut dia, hal itu karena kekurangan biaya akibat inflasi.

Bahkan, Budi Gunawan mencontohkan Italia sedang mengalami krisis listrik dan kesulitan pangan. Lalu, beberapa negara Afrika sangat bergantung 90 persen impor akan gandum dari Rusia dan Ukraina. 

"Oleh karenanya saat ini mereka sedang terancam kelaparan dan kemiskinan yang ekstrem," ungkapnya.

Kemudian, untuk Indonesia, ia menjelaskan ada pekerjaan rumah yang sangat besar. Pekerjaan rumah yang dimaksud karena per Januari 2023, Indonesia akan jadi negara net importir komoditas pangan khususnya gandum, kedelai, beras, daging, dan bawang putih.

"Oleh karenanya peran pemda ini memang sangat dibutuhkan guna mengatasi akan potensi terjadinya krisis pangan tersebut," ujar Budi.

Lalu ketiga, ia bilang adanya krisis mata pencarian dan meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, melonjaknya angka pengangguran global yang diperparah pembiayaan anggaran negara.

Lebih lanjut, dia menyebut ada persoalan yang jadi lebih kompleks dengan masuknya konsep ekonomi hijau atau ekonomi ramah lingkungan. Ia mengatakan, sebagian besar pemda dan industri lokal belum familiar dan belum siap dengan skema dan business model ekonomi hijau.

"Yang jika kita salah dalam pengelolaan maka akan sangat berpotensi akan meningkatkan beban utang serta rentan terhadap perubahan teknologi," kata Budi.

Budi juga menyoroti kemungkinan adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kondisi itu akibat tingginya inflasi global sehingga menyebabkan tingginya beban impor yang berdampak pada industri nasional. Lalu, meningkatnya pengangguran serta menurunnya daya beli masyarakat.

Dia menambahkan, meski Indonesia diprediksi tak terkendala resesi, tapi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 diperkirakan hanya di kisaran 4,7 persen-5,3 persen.

"Dari hasil foresight intelijen dunia menunjukkan akan terjadi ketimpangan wilayah dan antarkelompok masyarakat di satu daerah yang semakin tinggi. Sehingga hal tersebut berpotensi mengurangi pertumbuhan di daerah kurang lebih 1,2 persen," ujarnya. (aag)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:27
01:57
01:34
01:06
02:16
06:07
Viral