- Istimewa
Tak Hanya Langgar Etik! AKBP Basuki Terancam Pasal Kelalaian, Bisa Dipenjara 5 Tahun Terkait Kematian Dosen Untag
Semarang, tvOnenews.com — Kasus kematian dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, Dr. Dwinanda Linchia Levi, memasuki babak baru. Anggota Polda Jateng berinisial AKBP B atau AKBP Basuki, yang sebelumnya hanya disebut terjerat pelanggaran kode etik, kini diduga kuat bakal menghadapi jerat pidana.
Ia disebut dapat dijerat pasal kelalaian yang menyebabkan kematian sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Informasi tersebut disampaikan kuasa hukum keluarga korban, Zaenal Petir, setelah bertemu dengan Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, di Mapolda Jawa Tengah pada Jumat (21/11/2025). Menurut Zaenal, pertemuan itu awalnya tidak direncanakan. Namun, momentum tak sengaja tersebut justru membuka perkembangan penting dalam penanganan kasus.
“Saya bertemu beliau di masjid Polda Jateng, lalu saya sampaikan perkembangan perkara kematian Dr. Dwinanda. Di situ beliau menjelaskan bahwa ada unsur pidana yang kini ikut diperiksa,” ujar Zaenal.
Zaenal mengungkapkan, penyidik menyampaikan bahwa dugaan tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian telah ditarik dari Polsek Gajahmungkur, kemudian ke Polrestabes Semarang, dan kini resmi berada di bawah penanganan Polda Jateng. Proses ini, menurutnya, menunjukkan keseriusan penyidik dalam menelusuri kemungkinan adanya unsur pidana di balik kematian dosen berusia 35 tahun tersebut.
“Pasal yang akan disangkakan kepada AKBP Basuki adalah Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun,” tegas Zaenal.
Ia melanjutkan bahwa penanganan penyelidikan pidana ini berada di bawah Subdit 3 Jatanras Ditreskrimum Polda Jateng. Dengan adanya ancaman hukuman lima tahun, menurutnya, penyidik dapat melakukan penahanan, terlebih jika syarat objektif dan subjektif pemidanaan telah terpenuhi.
“Ancaman lima tahun memungkinkan dilakukan penahanan. Jadi nanti setelah penahanan khusus (patsus) selesai, bisa masuk ke penahanan pidana jika unsur pasalnya terpenuhi,” jelasnya.
Meski demikian, Zaenal belum bisa menjabarkan secara detail bentuk kelalaian yang dimaksud. Ia menegaskan masih menunggu proses penarikan berkas, serta pengumpulan alat bukti oleh penyidik. “Saya akan menanyakan lebih lanjut setelah seluruh berkas resmi ditarik ke Polda. Saat ini masih proses penyelidikan dan pengumpulan bukti,” katanya.
Sementara itu, penyebab kematian Dwinanda masih menjadi tanda tanya besar. Pihak keluarga masih menunggu hasil otopsi dari RSUP dr. Kariadi Semarang. Ketidakjelasan makin diperkuat oleh foto kondisi korban yang sempat dikirim seseorang yang diduga AKBP B melalui pesan WhatsApp, namun kemudian ditarik kembali. Bercak darah dalam foto itu membuat pihak keluarga curiga dan meminta kejelasan.
Zaenal mengaku belum menerima hasil otopsi, namun akan segera berkoordinasi untuk mengetahui apakah keluarga bisa langsung meminta penjelasan dari dokter forensik atau harus melalui penyidik. “Penyidik juga membutuhkan hasil itu, apalagi penanganan unsur pidananya baru saja diambil alih oleh Polda,” ujarnya.
Tak hanya mempertanyakan penyebab kematian, pihak keluarga juga mendesak penyidik mengungkap alasan mengapa nama Dwinanda dimasukkan dalam kartu keluarga (KK) milik AKBP B. Ia yakin penyidik akan mampu membuka semua detail terkait hubungan personal antara keduanya, termasuk dugaan adanya aktivitas berlebihan sebelum kematian korban.
Informasi yang beredar menyebutkan kematian korban disebabkan pecahnya jantung akibat aktivitas fisik yang sangat intens. Namun Zaenal meminta penyidik memastikan apa aktivitas yang dimaksud, apakah berkaitan dengan konsumsi obat tertentu atau faktor lain yang melibatkan AKBP B.
“Ini harus dibuka terang. Aktivitas apa? Apakah ada obat-obatan? Semua harus dijelaskan, termasuk oleh AKBP B sendiri,” pungkasnya.
Kasus ini dipastikan terus berlanjut, dan keluarga korban menegaskan akan mengawal setiap proses hukum hingga tuntas, demi memastikan keadilan bagi almarhumah Dwinanda. (nsp)