- Tangkapan Layar tvOne
Terkuak! Pelaku Ledakan SMAN 72 Bertindak Bukan Karena Di-Bully, tetapi Karena Distorsi Kognitif Serius
Pola-pola ini menunjukkan beberapa distorsi kognitif lain, seperti:
-
Mind Reading — Meyakini bahwa orang lain memandang dirinya negatif tanpa bukti.
-
Personalization — Menganggap setiap kegagalan sosial disebabkan dirinya sepenuhnya.
-
Catastrophizing — Membayangkan kemungkinan terburuk sebagai sesuatu yang pasti terjadi.
-
Emotional Reasoning — Menganggap “merasa tidak layak” sebagai bukti bahwa ia memang tidak layak.
Menurut Marthinus, cara pelaku mendeskripsikan dirinya menunjukkan bahwa ia terjebak dalam pola pikir yang merendahkan diri secara ekstrem. Dalam catatan itu, ia bahkan menuliskan keinginan untuk mati karena merasa tidak pantas hidup.
Iri, Perbandingan, dan Pembentukan Identitas yang Terganggu
Pelaku juga menuliskan rasa cemburu ketika melihat pasangan lain, terutama yang dianggapnya lebih menarik atau ideal. Ia membandingkan dirinya dengan cara ekstrem, memposisikan diri sebagai sosok yang “tidak mungkin disukai”, sekaligus menyalahkan orang lain yang menurutnya “tidak pantas” berada dalam hubungan itu.
Marthinus menilai bahwa bagian ini menunjukkan aspek kognitif pelaku yang belum matang, disertai body image insecurity, rasa rendah diri kronis, dan konflik internal terkait identitas.
Bukan Perundungan, tetapi Konflik Kognitif Internal
Dari keseluruhan catatan, Marthinus menyimpulkan bahwa pelaku tidak menunjukkan pola korban perundungan seperti yang sempat ramai diberitakan. Sebaliknya, ia menunjukkan pergulatan kognitif internal yang kompleks: kebencian yang tidak terarah, rasa tidak berharga, distorsi cara pandang terhadap diri sendiri, hingga tekanan emosi yang tidak tersalurkan.
“Aspek kognitif dan psikologis inilah yang menjadi dasar penyidik menyimpulkan kondisi pelaku,” tegas Marthinus. (nsp)