- Instagram @kejaripacitan
Buntut Jaksa Azam Gelapkan Uang Barang Bukti Kasus Robot Trading, Kejagung Klarifikasi Pencopotan Kajari Jakbar Hendri Antoro
Jakarta, tvOnenews.com - Kejagung kembali angkat bicara soal kasus dugaan penggelapan uang barang bukti senilai Rp11,7 miliar yang melibatkan Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, yang kini berbuntut panjang.
Untuk diketahui, Azam didakwa dengan pasal berlapis karena diduga menggelapkan uang hasil pengembalian dari kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit.
Pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis lalu, jaksa penuntut umum membeberkan bahwa uang tersebut seharusnya dikembalikan kepada para korban, tetapi justru ditarik dan disalahgunakan oleh Azam.
Ia disebut menggunakan jabatannya untuk memeras, menerima suap, dan bersekongkol dengan sejumlah pengacara guna menilap dana korban.
Nama dua advokat, Bonafisius Gunung dan Oktavianus Setiawan, ikut terseret dalam perkara ini dan kini juga berstatus terdakwa.
“Bahwa uang yang diterima oleh terdakwa dari saksi Oktavianus Setiawan, saksi Bonifasius Gunung, dan saksi Brian Erik First Anggitya melalui rekening BNI Cabang Dukuh Bawah atas nama Andi Rianto dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp11,7 miliar,” ujar jaksa dalam pembacaan dakwaan.
Kasus yang ditangani Azam berawal dari perkara investasi bodong yang menjerat terdakwa Jendry Susanto pada 15 Juli 2022. Dari perkara itu, terdapat 30 barang bukti berupa uang dalam berbagai mata uang, mulai dari dolar Singapura, ringgit Malaysia, baht Thailand, hingga rupiah, dengan total mencapai puluhan miliar rupiah.
Sejumlah kelompok korban menunjuk beberapa pengacara untuk mewakili mereka. Bonafisius Gunung menjadi kuasa hukum dari Wahyu, koordinator 68 korban, dengan total kerugian Rp 39,35 miliar.
Dalam kesepakatan awal, Bonafisius dijanjikan 50 persen dari nilai kerugian apabila berhasil memenangkan perkara.
Sementara itu, advokat Oktavianus Setiawan mewakili 761 korban yang tergabung dalam Solidaritas Investor Fahrenheit, dengan nilai kerugian mencapai Rp 261,8 miliar.
Ia juga dijanjikan fee sebesar 50 persen dari hasil pengembalian uang yang diperoleh. Namun di luar pendampingan resmi tersebut, Oktavianus diduga bertindak curang dengan mengaku sebagai pengacara bagi 137 korban lain dari kelompok Bali yang mengalami kerugian sekitar Rp 80 miliar.
Selain keduanya, advokat Brian Erik First Anggitya mewakili 60 korban asal Jawa Timur dengan nilai kerugian Rp 8,3 miliar. Dalam praktiknya, Azam diduga meminta “jatah” dari ketiga pengacara tersebut. Kepada Bonafisius, ia menekan agar nilai pengembalian uang korban dinaikkan dari Rp 39,35 miliar menjadi Rp 49,35 miliar, dan menuntut bagian Rp 3 miliar dari selisih tersebut.
Oktavianus pun turut diminta menyerahkan setengah dari dana hasil manipulasi pengembalian kelompok Bali, yakni sekitar Rp 8,5 miliar dari total Rp 17,8 miliar.
Sementara kepada Brian, Azam meminta fee 15 persen atau sekitar Rp 250 juta dari dana pengembalian korban, sebelum akhirnya disepakati turun menjadi Rp 200 juta. Ketiganya mengaku terpaksa memenuhi permintaan Azam karena khawatir uang klien mereka tidak dikembalikan.
Klarifikasi Kejagung soal Pencopotan Hendri Antoro
Sementara, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap alasan pencopotan Hendri Antoro dari jabatan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar). Kejagung menyebut pencopotan dilakukan karena Hendri tidak melaksanakan fungsi pengawasnya sebagai atasan.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan Hendri seyogianya memiliki tugas pengawasan melekat terhadap jajarannya. Namun, salah satu anggota Hendri terlibat aktif dalam kasus dugaan penggelapan uang barang bukti kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit.
"Dia selaku atasannya, sebagai atasannya, pengawasan melekatnya itu dia tidak laksanakan dengan baik. Kalau ibaratnya Kajari yang melaksanakan (pengawasan) dengan baik, tidak akan terjadi seperti itu," kata Anang kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (10/10/2025).
Menurut Anang, kelalaian Hendri mengakibatkan adanya celah tindakan pidana yang dilakukan Jaksa Azam Akhmad Akhsya yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.
"Kelalaiannya kan mengakibatkan peristiwa kan, itu saja. Tapi kalau dari mens rea dengan pengetahuan belum tergambar," ucapanya.
Ditanya terkait ada tidaknya keterlibatan Hendri dalam tindak pidana, Anang belum bisa memastikan. Dia hanya mengatakan sanksi disiplin berupa dicopot dari jabatannya telah dijatuhkan untuk Hendri.
"Kalau pidananya kan sudah jelas Azam, yang aktif itu kan Azam. Sudah jelas di bukti persidangan dia yang inisiatif aktif, dia yang berhubungan dengan penasihat hukum, terus dia yang paling banyak menikmati ke mana-mana itu. Sementara pihak-pihak lain kan tidak tahu," ujar Anang.
"Yang jelas sudah sanksinya sudah copot dari jabatan, ya kan. Sudah kena sanksi itu, sudah paling berat," imbuhnya.
Atas perbuatannya, Azam didakwa dengan Pasal 12 huruf e atau pasal 12B ayat (1) atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (rpi)