- tvOne - mahrus
Alami Sejumlah Permasalahan di Daerah, Pemerintah Diminta Segera Evaluasi Program MBG
Jakarta, tvOnenews.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tengah disorot banyak pihak usai sejumlah persoalan yang ada.
Ketua Umum Ikatan Alumni Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (IKA ISMEI), Bahtiar Sebayang turut angkat bicara mengenai persoalan program unggulan itu.
Bahtiar mengatakan program MBG mesti terus berlanjut dengan rangkaian evaluasi dan pengendalian yang ketat dintengah permasalahannya.
- Istimewa
"Program MBG ini sebetulnya adalah investasi masa depan. Untuk anak-anak, ibu hamil, untuk memperbaiki gizi dan menangani stunting, juga sebagai motor penggerak ekonomi lokal karena melibatkan UMKM, mitra dapur, dan penyedia bahan baku lokal. Program bagus, sangat dibutuhkan," kata Bahtiar kepada awak media, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Bahtiar menjelaskan pihaknya mencatat lebih dari 6.000 dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah aktif beroperasi di seluruh Indonesia per Agustus 2025 ini.
Dari data itu, tercatat penerima manfaat MBG pada periode tersebut sudah mencapai sekitar 20.025.956 orang, meskipun masih jauh dari target penuntasan program sebesar 82,9 juta orang di akhir tahun 2025.
Sedangkan, pemerintah menargetkan operasional sebanyak 30.000 dapur MBG hingga akhir tahun ini yang mengartikan masih ada sekitar 24.000 yang harus segera dibangun atau divalidasi.
Di sisi lain, kata Bahtiar, pihaknya turut mencatat beberapa insiden yang memicu kekhawatiran publik mulai dari keracunan massal, kualitas pangan hingga sebaran dapur MBG yang belum merata.
Semisal sekitar 121 siswa di Kabupaten Penukal Abab Lamatang Ilir (Pali), Sumatera Selatan yang dilaporkan mengalami keracunan usai mengkonsumsi menu MBG pada Mei 2025.
Kasus serupa terjadi di Sleman, Kapanewon Mlati, DIY dengan sejumlah siswa dari 3 SMP diduga keracunan pada Rabu (13/8/2025).
Gejala keracunan juga dialami sebanyak 569 siswa di Kabupaten Garut pada medio September ini.
Deretan masalah yang dialami para penerima paket MBG ini disebabkan oleh berbagai faktor. Di antaranya berkaitan dengan kualitas serta keamanan pangan yang menjadi menu MBG. Seperti dialami 46 siswa di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Selasa (16/9/2025).
Puluhan siswa di Baubau justru mual, pusing dan harus menjalani perawatan medis setelah mencicipi menu ayam woku yang diberikan penyelenggara MBG.
Sementara, makanan yang kurang matang, basi, atau diduga tidak memenuhi standar bahan baku dan kebersihan tidak semestinya untuk disantap.
Tak hanya itu, kata Bahtiar, persebaran dapur dan penerima manfaat yang belum merata juga masuk dalam daftar catatan masalah pelaksanaan program MBG terutama di wilayah Indonesia Timur.
"Kami tidak menutup mata kalau ada banyak kendala yang harus segera diperbaiki, mulai dari keracunan, distribusi yang tidak merata, kualitas makanan yang belum konsisten. Ini bukan alasan untuk menghentikan program, melainkan panggilan untuk evaluasi dan kontrol yang serius," katanya.
Bahtiar menekankan perlunya dilajukan evaluasi dan perbaikan terutama di titik-titik yang telah menimbulkan dampak negatif seperti keracunan, makanan basi, distribusi buruk, dan ketidakmampuan dalam menjaga standar hygiene dan keamanan pangan.
Pihaknya pun menegaskan pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama dengan sejumlah pihak lain agar MBG berjalan dengan baik, aman, dan mampu memberdayakan ekonomi lokal.
Adapun dari DPP IKA ISMEI mengusulkan langkah-langkah agar MBG bisa berjalan lebih baik lagi ke depannya:
1. Evaluasi SOP dan standar operasional secara menyeluruh, mulai dari pengadaan bahan baku, pengolahan, penyimpanan, distribusi, hingga penyajian di lapangan.
2. Pengawasan ketat oleh berbagai pemangku kepentingan seperti Badan Gizi Nasional, Dinas Kesehatan & Pemerintah Daerah, ahli gizi, lembaga independen monitoring.
3. Perbaikan di wilayah yang paling banyak masalah, khususnya Jawa Barat (Garut), Jawa Tengah (Brebes, Sukoharjo), dan daerah Indonesia Timur, agar kualitas tidak timpang antarwilayah.
4. Pastikan keberlanjutan program karena manfaatnya besar. Program ini bukan sekadar jangka pendek atau popularitas, melainkan bagian dari pembangunan sumber daya manusia, dan pengentasan stunting serta ketahanan pangan masyarakat.
5. Para pelaku yang terlibat di yayasan juga harus memiliki komitmen penuh untuk menyelenggarakan dapur MBG yang berkualitas dan jauh dari penyelewengan. (raa)