- Antara
Polda DIY Serahkan Enam Tersangka Kasus Tanah Mbah Tupon ke Kejaksaan
Jakarta, tvOnenews.com - Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta menyerahkan enam dari tujuh orang tersangka kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Tupon Hadi Suwarno alias Mbah Tupon ke Kejaksaan Tinggi DIY.
Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Polisi Ihsan dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis, mengatakan penyerahan tersangka beserta barang bukti menandai masuknya perkara ke tahap II dan selanjutnya menjadi kewenangan jaksa penuntut umum.
"Penyidik Ditreskrimum Polda DIY telah menyerahkan enam tersangka berikut barang bukti kepada Kejaksaan Tinggi DIY pada 12 Agustus 2025. Ini bentuk komitmen kami untuk mengusut tuntas kasus tersebut dan kami akan terus mengawal proses hukumnya," kata Ihsan mengutip Antara pada Kamis.
Ihsan menyebut satu tersangka lainnya belum diserahkan ke kejaksaan karena berkas perkaranya belum dinyatakan lengkap atau P21.
Ia menegaskan Polda DIY berkomitmen terhadap perlindungan hak-hak masyarakat, khususnya dalam hal kepemilikan tanah yang sah secara hukum dengan memberantas praktik mafia tanah.
Ihsan pun mengimbau masyarakat mewaspadai berbagai modus penipuan atau penggelapan tanah serta tidak ragu melapor ke polisi jika menemukan indikasi praktik mafia tanah di wilayahnya.
Kasus tersebut berawal dari laporan yang dibuat pada 14 April 2025, dengan dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan melalui modus pecah bidang terhadap objek Sertifikat Hak Milik (SHM) milik korban.
Mbah Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo menjadi korban penggelapan sertifikat tanah, setelah sertifikat tanah miliknya seluas 1.655 meter persegi diketahui beralih nama menjadi milik orang lain dan dijadikan agunan kredit Rp1,5 miliar di sebuah lembaga keuangan tanpa sepengetahuannya.
Dalam kasus itu, penyidik Polda DIY menetapkan tujuh tersangka berinisial BR, Tk, VW, Ty, MA, IF, dan AH yang diduga berperan dalam menguasai tanah korban secara melawan hukum.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, dan Pasal 266 KUHP tentang keterangan palsu dalam akta otentik. Mereka juga dijerat dengan Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.