- IST
Revisi KUHAP Sepakati Kompensasi Negara untuk Korban Jika Pelaku Tak Mampu Bayar Ganti Rugi
Jakarta, tvOnenews.com — Panitia kerja (panja) penyusunan revisi Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyepakati dimasukkannya ketentuan baru terkait kompensasi bagi korban tindak pidana. Negara nantinya akan menanggung ganti kerugian jika pelaku terbukti tidak mampu memberikan restitusi.
Kesepakatan itu disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI dan Kementerian Hukum dan HAM. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy OS Hiariej, menjelaskan bahwa kompensasi merupakan bagian dari pendekatan hukum yang lebih berkeadilan bagi korban kejahatan.
“Kalau kemarin kita mengenal restitusi dan sejenisnya, kini kita menambahkan kompensasi. Ini adalah ganti kerugian yang diberikan negara kepada korban atau keluarga korban jika pelaku tidak mampu menanggung kerugian yang menjadi tanggung jawabnya,” jelas Eddy dalam rapat, Kamis (10/7).
Kompensasi ini tercantum dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) nomor 56 dan disusun dengan mengacu pada prinsip-prinsip perlindungan korban dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Menurut Eddy, langkah ini merupakan bentuk kehadiran negara untuk menjamin hak-hak korban, terutama dalam kasus yang berdampak berat seperti kekerasan fisik dan psikis.
“Ketika pelaku tidak memiliki harta untuk disita, sementara korban memerlukan pemulihan atau rehabilitasi, negara yang harus hadir mengambil tanggung jawab itu,” tambah Eddy.
Lebih lanjut, kompensasi akan bersifat sebagai bentuk tanggung jawab sosial negara kepada warganya yang menjadi korban tindak kejahatan, tanpa menggugurkan kewajiban pelaku jika di kemudian hari memiliki kemampuan untuk membayar ganti rugi.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, yang memimpin rapat, langsung meminta persetujuan peserta rapat terhadap substansi baru tersebut. Seluruh anggota panja yang hadir secara aklamasi menyatakan persetujuannya.
“Setuju ya?” tanya Habiburokhman, yang dijawab serempak dengan “Setuju” oleh peserta rapat.
Kompensasi dari negara ini menandai arah baru dalam pembaruan hukum acara pidana di Indonesia. Jika disahkan, ketentuan ini akan memperkuat pendekatan keadilan restoratif (restorative justice), yang tidak hanya menitikberatkan pada penghukuman pelaku, tetapi juga pemulihan kondisi korban.
Revisi KUHAP saat ini terus dibahas secara bertahap di DPR bersama pemerintah. Sejumlah substansi penting seperti perlindungan saksi, pengaturan penahanan, hingga pengumuman status tersangka juga tengah mengalami penyempurnaan dalam proses legislasi. (nsp)