- Istimewa
Usul Pemakzulan Wapres Gibran Disebut Makar Terselebung, Pengamat Minta Negara Tak Diam
Jakarta, tvOnenews.com - Usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dinilai bukan sekadar gagasan politik biasa, melainkan sebuah ancaman serius terhadap stabilitas demokrasi dan konstitusi bangsa.
Narasi yang dibungkus seolah-olah demi kepentingan rakyat justru tersembunyi kepentingan sempit yang bisa menyesatkan arah reformasi.
Demikian disampaikan pengamat hukum dan politik Pieter C Zulkifli, dalam catatan analisis politiknya. Pieter menegaskan langkah tersebut sangat berbahaya jika tidak dilandasi bukti hukum yang kuat, karena berpotensi menjadi upaya makar terselubung.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini berpesan, kritik terhadap kekuasaan memang perlu, tapi bukan berarti segala ketidaksukaan bisa dijustifikasi dengan dalih pemakzulan.
- tvOnenews.com/Taufik Hidayat
"Usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka adalah salah satu ide paling berbahaya yang pernah muncul dalam lanskap demokrasi Indonesia pasca-Reformasi. Ia bukan hanya sembrono secara hukum, tapi juga berpotensi mengoyak kepercayaan publik terhadap konstitusi dan stabilitas politik nasional," kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Dalam konteks ini, menurutnya surat dari Forum Purnawirawan TNI yang secara terbuka mendesak MPR untuk memakzulkan Wapres Gibran patut dipertanyakan niat dan arah politiknya.
Menurutnya, dalam demokrasi, gagasan memang tak pernah dilarang. Namun tidak semua gagasan layak diperjuangkan.
Ketika usulan pemakzulan diajukan tanpa dasar hukum yang sahih, tanpa skandal besar yang tak terbantahkan, tanpa pelanggaran berat konstitusi oleh sang Wapres, maka itu bukan sekadar wacana, melainkan potensi ancaman terhadap sistem ketatanegaraan kita.
"Ini adalah bentuk kriminal terhadap Konstitusi. Demokrasi memang memberi ruang untuk kritik dan koreksi. Tetapi ketika narasi yang dibangun adalah untuk melawan kehendak rakyat yang telah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum, diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi, dan ditegaskan oleh MPR maka sejatinya, kita sedang menghadapi gerakan politik yang menolak tunduk pada hukum tertinggi negara. Kita patut curiga, bahwa ini bukan soal konstitusi, tapi soal kekuasaan. Bukan demi negara, tapi demi ambisi," katanya.