- Antara
Praktisi Hukum Sorot Tajam Penerbitan SHM dan HGB Kasus Pagar Laut di Kabupaten Tangerang
Jakarta, tvOnenews.com - Kasus pagar laut yang terpasang perairan kawasan Kabupaten Tangerang terus menjadi perhatian publik.
Perhatian publik ditengarai polemik yang terjadi pada pemasangan pagar laut itu baik dari segi Sertifikat Hak Milik (SHM) maupun Hak Guna Bangunan (HGB).
"Awal mula informasi adanya aktivitas pemagaran laut sejak Agustus 2024, tetapi baru viral pada Januari 2025 dan akhirnya disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada hari Kamis, 9 Januari 2025," kata praktisi hukum, Moh. Akil Rumaday kepada awak media, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
- Istimewa
Akil menuturkan peristiwa pemagaran laut disertai penerbitan SHM dan HGB itu menjadi polemik dan perhatian publik.
Menurutnya pembongkaran pagar laut disertai pencabutan SHM dan HGB yang secara mendadak usai viralnya peristiwa dinilai memiliki indikasi kecacatan prosedur.
"Penyegelan pagar laut dan juga pencabutan beberapa SHM dan SHGB tentu memunculkan indikasi terdapat kecacatan prosedural, sehingga dibutuhkan langkah tegas dan terukur dari aparat penegak hukum yakni Kejagung, KPK, dan kepolisian untuk mengusut peristiwa pidana mengenai dugaan perbuatan pidana terdapatnya unsur tindak pidana korupsi," ungkapnya.
Akil menjelaskan dalam perkara pemagaran laut di Kabupaten Tangerang haruslah dimaknai pada dua) tindak pidana yakni tindak pidana umum dan tindak pidana korupsi.
Menurutnya kaitan dengan dugaan keterlibatan aparatur desa dan juga pemohon sertifikat untuk tetap diterapkan sangkaan pasal pidana umumnya.
"Maka Kepolisian segera melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan secara terukur dan transparan," jelasnya.
Di sisi lain, Akil memaparkan dalam dugaan tindak pidana suap diharapkan Kejagung dan KPK turut melakukan penyelidikan dan penyidikan secara holistik terhadap oknum pejabat BPN yang menerbitkan sertifikat.
Langkah itu diperlukan hingga dapat mengusu tuntas guna menemukan aktor intelektual.
"Dalam kaitan dengan peristiwa ini, tentu terdapat unsur suap menyuap. Suap secara konseptual dimaknai sebagai pemberian hadiah atau janji kepada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri yang berhubungan dengan jabatannya," kata Akil.
"Pada titik ini dengan melihat pembatalan SHGB dan SHM yang dinilai cacat prosedur oleh Menteri ATR/BPN beberapa waktu lalu, maka Kejagung dan KPK tidak saja menjerat terhadap pelaku penerima suap, namun juga terhadap pelaku pemberi suap. Hal ini dikarenakan jenis suap dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terbagi kedalam 2 jeni yakni suap aktif (active bribery) dan suap pasif (passive bribery)," sambungnya.