Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar didakwa lagi padahal sudah divonis, Mantan Ketua Komjak sebut dakwaan jaksa kabur.
Sumber :
  • Galih Pradipta-Antara

Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Didakwa Lagi Padahal Sudah Divonis, Mantan Ketua Komjak Sebut Dakwaan Jaksa Kabur

Minggu, 22 Oktober 2023 - 14:12 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat mendakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar telah merugikan keuangan negara hingga Rp9,3 triliun.

Padahal, Emirsyah sebelumnya sudah divonis pengadilan dalam perkara korupsi di PT Garuda Indonesia yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sejumlah pihak yang menilai ada kejanggalan dalam penanganan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung tersebut. Tak terkecuali mantan Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen.

“Saya juga menjadi sangat heran kenapa perkara ini bisa lolos. Gelar perkara yang sedemikian ketatnya yang saya tahu dilakukan tidak hanya untuk perkara perkara besar atau kecil saja juga tidak akan lolos karena ada asas ne bis in idem. Kemudian dari Kejaksaan Agung bersikap bahwa ini perkara layak untuk diajukan ke pengadilan," kata Halius dalam keterangannya, Minggu (20/10/2023).

Pria yang juga pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati Sumbar) itu memandang prinsip asas pidana kita bukan pembalasan, melainkan lebih kepada keadilan dan kemanfaatan.

“Bilamana saya lihat dari uraian saudara penasehat hukum tadi jelas sekali bahwa perbuatan materi yang diuraikan di dalam dakwa tempus delicti dan locus delicti adalah hal yang sama. Hanya saja ada perbedaan. Kalau pada KPK ada lima kasus, di Kejaksaan ada dua kasus, tetapi jelas bahwa dua kasus tersebut adalah kasus yang didakwakan ketika KPK mengajukan perkara ini ke persidangan," terang Halius.

Menurutnya, apabila objek dan uraian materi dakwaan itu sama persis dengan objek subjek dari pada dakwaan dan tuntutan KPK, maka dirinya menilai bahwa perbuatan yang sudah pernah diadili atau pengulangan pengusutan perkara atau ne bis in idem.

Dirinya menambahkan orang tidak pernah dihukum dengan pasal karena pasal hanya limitatif untuk mengukur apakah sebetulnya orang yang bersangkutan wajar atau adil di hukum.

“Orang dihukum karena perbuatannya, bukan pasal. Kita bisa mengambil kesimpulan apakah perkara ne bis in idem apa tidak. Jelas bahwa objek, subjek kemudian materi yang saya garis bawahi secara mendasarnya materi perbuatan dari yang bersangkutan itu persis sama," jelas dia.

"Dan bilamana nanti ada alasan bahwa pasalnya yang berbeda yang semula sekarang dikasih, diajukan dengan pasal suap seharusnya juga uraiannya perbuatannya secara materiil dipandang berbeda tidak bisa copy paste dari dakwaan yang mestinya sudah ada penyidik KPK dari sebelumnya, " imbuhnya.

Di sisi lain, Halius menyinggung soal pertanggungjawaban hukum terhadap tindak pidana korupsi secara berlanjut. 

"Tadi sudah dimasukkan Pasal 65 pada dakwaan dan ini merupakan perbuatan berlanjut dari masa ke masa. Saya tidak tahu persis apakah keberlanjutan perbuatan ini juga menjadikan keberlanjutan tanggung jawab? Karena orang hanya bisa dihukum sepanjang hal-hal yang dilakukan bilamana ada perbuatan berlanjut ini perlu diteliti lagi kelanjutan seperti apa secara materiil. Apakah keberlanjutan ini merupakan persengkongkolan dengan pejabat yang lama, apakah keberlanjutan ini dari kelalaian yang bersangkutan," ujar Halius.

Halius pun berpendapat jika dugaan dakwaan JPU kabur.

"Kaburnya apa karena penggunaan suap yang digunakan pada proses Kejaksaan yang tidak digunakan pada proses KPK tinggal membuktikan suap yang seperti itu. Apakah suap yang sebenarnya atau suap yang bagaimana karena proses suap pun merupakan pasal-pasal yang ada di tipikor," kata dia.

Diketahui, Emirsyah Satar dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sebelumnya, di KPK, kasus yang memidanakan Emirsyah selama 8 tahun penjara adalah terkait dengan suap-menyuap dan gratifikasi pengadaan proyek pembelian Total Care Machine Program Trent Roll-Royce 700, Airbus A330-300/200 dan Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia—anak perusahaan GIAA—serta pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600. (rpi/nsi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral