- istimewa
Internasionale, Lagu Kaum Buruh Sedunia! Di Indonesia Disadur Oleh Ki Hadjar Dewantara
Disadur ke bahasa Inggris dengan judul The Internationale, ke Arab menjadi Nasyidu al-Umamiyah, ke Belanda menjadi De Internationale, ke Tiongkok menjadi Yīngdénàxióngnà’ěr dan ke Indonesia menjadi Internasionale.
Peran Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara orang Indonesia pertama yang menyadur “L’Internationale” dari bahasa Belanda ke bahasa Melayu menjadi tiga bait. Saduran tersebut diterbitkan dalam surat kabar Sinar Hindia No 87, 5 Mei 1920.
(Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan nasional sekaligus penyadur lagu "L' Internasionale" ke bahasa melayu. Sumber: Lp3m.ustjogja.ac.id)
Publikasi terjemahan tersebut dimaksudkan untuk memperingati 1 Mei, sebagai “Hari Raja oenteok segala kaoem Socialist”.
Dari terjemahan Ki Hadjar Dewantara, “Internasionale” tersebar di kalangan pergerakan kemerdekaan di Hindia Belanda. Saat era pra kemerdekaan, “Internasionale” dinyanyikan di rapat-rapat organisasi buruh dan mahasiswa pergerakan untuk membuka dan menutup rapat.
Tesis dari alumni dan staf pengajar Institut Seni Indonesia (ISI), Budi Prihartanto dan Y Edhi Susilo, menjelaskan bahwa lagu L'Internationale digunakan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai cambuk menumbuhkan rasa nasionalisme.
Pada zaman Perang Kemerdekaan, “Internationale” dinyanyikan oleh para aktivis kiri yang dieksekusi. Mereka antara lain Amir Syarifuddin, mantan Menteri Pertahanan (1945-1948) dan mantan Perdana Menteri kedua di Indonesia.
Di balik estetika gaya bahasa dan pemilihan kata dalam terjemahan L'Internasionale versi Ki Hajar Dewantara, banyak yang mempertanyakan isi beserta maknanya. Hingga saat ini masih banyak menjadi bahan perdebatan di kalangan akademisi, bahkan oleh para penganut paham komunis internasional.
(Ki Hadjar Dewantara. Sumber: istimewa)
Meski Internasionale lekat dengan kaum sayap kiri, namun Ki Hadjar Dewantara bukanlah orang kiri secara institusional.
Ki Hadjar Dewantara bukan anggota Sarekat Islam Merah, bukan juga anggota ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeninging) yang berdiri tahun 1914, bukan pula anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) yang berdiri pada tahun 1924.
Mengutip Harahap, Budi Prihartanto dan Edhi Susilo menjelaskan, mudah diduga jika semangat Suwardi ketika menerjemahkan lagu L'Internationoale tentu tak terlepas dari sikapnya yang anti kapitalisme dan imperialisme serta wawasan sosialisme yang dianutnya.