- Tim tvOne - Andri Prasetiyo
Menteri KKP akan Batasi Kuota Penangkapan Ikan di Laut Indonesia
Sleman, tvOnenews.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mulai melakukan pembatasan kuota penangkapan ikan di laut Indonesia. Pembatasan ini dilakukan untuk tetap menjaga populasi ikan tetap terjaga dengan baik.
"Penangkapan ikan di laut kita yang jumlah begitu besar ini harus dijaga, basisnya kuota. Tidak seperti sekarang, sekarang ini menangkapnya bebas. Seberapa besar pun selama dapat izin, mereka boleh menangkap. Ke depan kita akan batasi dengan jumlah kuota," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono usai membuka Rakernis Dirjen Perikanan Budidaya KKP di Sleman, Senin (27/2/2023).
Dijelaskan Trenggono, rencana pembatasan kuota penangkapan ikan tersebut telah melalui kajian dari lembaga independen bernama Kajista. Dari data Kajista tersebut, populasi ikan di laut Indonesia terus menurun dari 12,5 juta menjadi 12 juta.
Hal ini terjadi karena sistem penangkapan ikan yang saat ini dilakukan berbasis input kontrol. Yakni, mereka bebas mengambil ikan sebanyak mungkin selama memiliki izin.
"Sekarang kita geser menjadi region yang baru pengambilan ikan dibatasi dengan jumlah kuota. Tidak lagi bebas seperti sekarang. Jadi misalnya tahun ini hanya boleh diambil maksimal 3-4 juta ton, yang kita bagi di masing-masing wilayah itu," ungkapnya.
Sistem penangkapan ikan berbasis kuota itu disebut Trenggono sudah dijalankan di banyak negara maju. Dan Indonesia baru akan menjalankan sistem ini dalam waktu dekat.
Trenggono menambahkan, sistem ini dilakukan guna kepentingan keberlanjutan. Sebab apabila tidak dibatasi, maka yang terjadi adalah over fishing yang ujungnya dapat mengakibatkan populasi perikanan akan habis.
"Nah perhitungannya tetap berdasar dari lembaga independen yang kita sebut sebagai Komisi Nasional Kebijakan Perikanan. Hasil perhitungan mereka yang akan kita gunakan berapa persen yang diperbolehkan di masing-masing zona tersebut," terangnya.
Sebagai tahap uji coba, Trenggono akan mulai melakukannya di zona 3 di laut Arafura pada tahun ini. Di Indonesia sendiri total ada 6 zona.
"Dari situ nanti bisa kita lihat, pertama penyediaan lapangan kerja yang begitu besar lalu kemudian juga kekuatan ekonomi betul-betul berputar di wilayah tersebut. Lalu kemudian industri juga akan berkembang di wilayah tersebut. Ini yang kita harapkan," ucap Trenggono.
Sebagai bentuk pengawasan, lanjut Trenggono, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan monitoring dengan memasang alat bernama VMS di seluruh kapal penangkap ikan. Alat tersebut nantinya akan terintegrasi oleh satelit yang dapat dipantau melalui command center.
Pengawasan itu nantinya akan difokuskan di setiap zona yang terintegrasi dengan kapan yang diizinkan.
"Jadi nanti akan kedetect. Ada satu kapal misalnya dia mengambil lebih dari kuota yang dimiliki. Nanti akan kerecord dan kita komplain kepada perusahaan tersebut dan akan kita penalti. Jadi ada aturan-aturan seperti itu," urainya.
Dengan pengawasan seperti itu nantinya diharapkan tidak ada satu pun kapal yang menangkap ikan tanpa menggunakan peralatan monitoring. Termasuk kepada nelayan-nelayan tradisional juga akan dibantu dalam pemasangan alat tersebut.
"Nelayan industri mereka harus membeli atau memasang peralatan sendiri," tegasnya.
Trenggono melanjutkan, saat ini pihaknya tengah menyiapkan regulasi terkait rencana tersebut. Namun ia mengakui bahwa untuk menyiapkan regulasi tersebut memang tidak mudah.
Hal ini berbeda dengan di swasta yang bisa dengan cepat membuat peraturan. Sebab jika di pemerintahan, harus melibatkan banyak pihak.
Nah ini yang cukup memakan waktu. Jadi kalau kendala di mana bukan soal kendala tapi memang semua pihak harus bisa memberikan masukan termasuk para pelaku dan sebagainya," pungkasnya. (Apo/Buz).