- Twitter ILC
Hasil Polling ILC: 90 Persen Netizen Ingin Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
Jakarta, tvOnenews.com - Polemik soal sistem pemilu apakah dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka menuai pro kontra.
Hasil Polling akun Twitter Indonesia Lawyer Club hari ini, Kamis (23/2/2023) menunjukkan 90 persen netizen memilih sistem Pemilu proposional terbuka, sementara 10 persen ngin tertutup. Hasil akhir dari 4.135 peserta polling.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia melaksanakan pemilihan umum setiap 5 tahun sekali, yang pada Pemilu 2024 bakal digelar pada 14 Februari.
Pesta demokrasi tersebut digelar untuk memilih berbagai jabatan politik secara langsung oleh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat untuk menjadi pemilih.
Berbagai jabatan politik itu meliputi presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil Bupati, wali kota dan wakil wali kota, anggota legislatif yang terdiri atas DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD.
Sejarah mencatat bahwa Indonesia telah menggelar 11 kali pemilu, mulai kali pertama pada tahun 1955 hingga yang Pemilu 2019.
Kini, Pemilu 2024 sudah di depan mata. Rakyat Indonesia yang miliki hak pilih siap menentukan pilihannya dalal pemilu serentak tersebut.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga negara penyelenggara pemilu terus melaksanakan tahapan-tahapan Pemilu 2024. Saat ini telah memasuki tahapan pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih.
Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memberikan catatan tentang urgensi penting atau tidaknya perubahan sistem pemilu.
"Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Informasinya, MK akan segera memutus mana yang hendak dipilih, kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan," katanya dalam keterangan diterima di Jakarta Minggu.
Menurut dia, apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di Indonesia, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya.
"Sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan. Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang', bagus jika dilakukan perembukan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK," kata dia lagi. (ebs)