- IST
ADUPI dan Pemerintah Gelar Kick-Off Kajian Penguatan Daur Ulang Plastik Nasional
Sementara itu, Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular KLH, Agus Rusli, menyebut bahwa pengelolaan sampah plastik menjadi isu global yang harus dijawab dengan kebijakan nasional berbasis data.
“Jika kita tidak bergerak, jumlah sampah plastik di laut bisa meningkat tiga kali lipat pada 2040. Ini soal komitmen terhadap SDGs dan masa depan lingkungan,” ujarnya.
Dukungan datang dari sektor pemerintah. Deputi Pengelolaan Sampah KLH, Ade Palguna Ruteka, menyambut positif inisiatif ADUPI. Ia menyebut kajian ini selaras dengan prioritas nasional untuk memperkuat ekonomi sirkular dan mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor.
“Namun penguatan sistem pemilahan dari sumber tetap menjadi kunci. Kita dorong revitalisasi TPST dan pemberdayaan koperasi serta UMKM dalam rantai pasok bahan baku lokal,” ucap Ade.
Pihak Kementerian Perindustrian, melalui Sekretaris Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, Sri Bimo Pratomo, menyoroti bahwa industri daur ulang plastik telah menyerap 1,2 juta ton sampah plastik pada 2024, dengan kapasitas produksi nasional mencapai 3,1 juta ton per tahun. Namun utilitas industri ini turun menjadi 40% tahun lalu, imbas dari persoalan bahan baku. “Kalau bahan baku lokal bisa dikelola lebih baik, kita tidak perlu tergantung pada impor. Tapi sementara itu, impor tetap dibutuhkan,” katanya.
Yogo Dwiantoro dari Direktorat Impor Kementerian Perdagangan menjelaskan bahwa izin impor bahan baku hanya dapat diberikan kepada importir dengan API-P, dan setiap pengajuan harus disertai laporan verifikasi dari surveyor resmi yang ditunjuk pemerintah.
“Barang yang diimpor tidak boleh berasal dari landfill, tidak tercampur tanah, dan harus bebas kontaminasi,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Nurhayati Rachman dari KSO SCISI mengungkapkan bahwa hanya bahan baku daur ulang yang lolos verifikasi ketat yang bisa diterbitkan Surat Surveyor. Dari 41 komoditas yang diverifikasi, limbah plastik termasuk yang paling ketat.
“Kami menolak banyak permohonan karena barangnya tercemar, tercampur limbah rumah tangga, atau tidak homogen,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa tidak semua importir otomatis mendapat persetujuan masuk. Hanya bahan yang telah diverifikasi resmi dan memenuhi standar, termasuk batas toleransi material ikutan (impurities) maksimum dua persen untuk limbah non-B3 dari kelompok plastik dan kertas, yang dapat diloloskan sesuai dengan ketentuan regulasi.