- tim tvone - Julio
Jelang Sidang Replik Teddy Minahasa, Pengamat sebut Berindikasi Perang Bintang: Polri Perlu Dalami Pledoinya
Jakarta, tvOnenews.com - Menjelang sidang replik kasus peredaran narkoba yang mendera Irjen Teddy Minahasa mulai memunculkan sejumlah spekulasi. Salah satunya dugaan adanya perang bintang di tubuh Polri.
Oleh karena itu pengamat menilai pledoi yang dibacakan Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat Kamis 13 April lalu perlu untuk didalami secara seksama.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and strategic studies (ISESS), Bambang Rukminto pernah mengungkapkan bahwa bukan tidak mungkin ada faksi-faksi di internal Polri yang anggotanya bersaing satu sama lain. Menurutnya bisa jadi Teddy Minahasa sengaja dijegal lantara karirnya di kepolisian kian moncer setelah ditunjuk menjadi Kapolda Jawa Timur.
"Muncul asumsi bahwa kasus TM (Teddy Minahasa) hanya efek perang antarfaksi di internal," kata Bambang pada Sabtu Oktober 2022.
"Asumsi yang muncul di publik bukankah begitu (perang bintang, red) setelah muncul bagan Konsorsium 303 dan bagan-bagan yang lain," sambungnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel baru-baru ini. Dari hasil analisanya terhadap pledoi yang dibacakan Teddy Minahasa, dirinya melihat secara gamblang adanya perang bintang di tubuh Polri.
"Dugaan tentang ini pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," ujar Reza dalam keterangannya, Kamis 13 April 2023.
Perang bintang semacam ini, menurut Reza, sangat berbahaya karena saling mangsa antar anggota kepolisian.
"Keberadaan klik (clique) atau subgrup di internal kepolisian sudah cukup banyak dikaji. Jika antarklik itu saling berkompetisi secara konstruktif, maka ini berdampak positif bagi masyarakat," kata Reza.
Positifnya pertama, publik bisa teryakinkan bahwa posisi-posisi penting di lembaga kepolisian memang diisi oleh SDM terbaik. Dan kedua, strategic model dalam penegakan hukum. Yaitu polisi-polisi akan berlomba melakukan penegakan hukum bukan demi kepastian, kemanfaatan, apalagi kepastian hukum, melainkan untuk memperoleh kenaikan pangkat atau jabatan pissi tertentu yang ditargetkan.
"Apa pun motif para polisi itu, pastinya khalayak luas akan lebih terlindungi. Terlindungi oleh para personel polisi yang gila kerja demi pangkat dan jabatan, saya pandang sah-sah saja," sambungnya.
Namun, menurut Reza akan menjadi sangat mengerikan jika antar klik polisi saling bersaing dengan cara destruktif bahkan sabotase satu sama lain. Ini sangat berbahaya bagi institusi Polri dan juga berdampak kurang positif ke masyarakat.
"Apabila antar-subgrup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian. Dan kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya," ujar Reza yang juga bekerja sebagai peneliti pada ASA Indonesia Institute.
Di samping dengan alasan mengurangi pesaing dalam berkarir, ia menjelaskan sabotase antarklik di internal kepolisian juga bisa saja dilakukan untuk melindungi oknum. Jika demikian, maka polisi-polisi baik sengaja dijungkal atau dijatuhkan dengan berbagai cara demi tujuan polisi-polisi yang nakal tetap leluasa melakukan pidana. Baik pidana secara individual maupun dalam bentuk sindikasi bersama pihak eksternal kepolisian.
"Nah, kembali ke pledoi TM. Dengan adanya indikasi perang bintang di balik kasus TM, sangat patut jika Mabes Polri mendalami informasi-informasi sensitif yang disampaikan TM," jelas dia.
Maka artinya, menurut Reza kasus Teddy Minahasa cukup menarik dicermati dan wajar jika menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak, jika benar kriminalisasi itu terjadi terhadap Teddy Minahasa yang berpangkat jenderal bintang dua, maka sangat mungkin jika hal serupa dilakukan kepada masyarakat biasa yang tidak memiliki pangkat dan jabatan kuat.
Kini proses persidangan Teddy Minahasa dalam perkara narkoba mulai memasuki babak akhir. Setelah pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa dan juga kuasa hukum, sidang kasus narkoba Teddy Minahasa akan kembali digelar pada 18 April 2023 dengan agenda sidang replik.
Selanjutnya pada tanggal 28 April 2023 baal digelar sidang duplik. (hrs/aag)