Apa Hukumnya Penjarahan Rumah Anggota DPR, Termasuk Dosa Dalam Islam? Amarah Rakyat, Antara Aksi Protes dan Tindakan Kriminal
- instagram Bang Putra Pradita/tim tvOnenews
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahuinya.”
Ia menegaskan, aksi protes boleh dilakukan sebagai upaya melawan kebatilan, tetapi tidak boleh dicampuri dengan tindakan yang juga batil. “Silakan demo, suarakan kebenaran. Tapi jangan dikotori dengan kebatilan. Apa bedanya kita dengan mereka kalau ikut menjarah?” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar umat jangan tergoda mengambil harta hasil penjarahan. “Lebih baik harta mereka binasa daripada masuk ke perut kita. Itu bisa merusak hati dan menjadikan kita mirip dengan mereka (koruptor),” tegasnya.
Kaidah Fiqih: Darurat Tidak Bisa Jadi Alasan
Dalam fiqih, dikenal kaidah الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَات (“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang”). Landasan ini disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 173:
“Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya), sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini digunakan para ulama untuk menjelaskan bahwa kondisi darurat, seperti kelaparan ekstrem atau bencana, bisa membolehkan mengambil sesuatu yang haram sekadar untuk menyelamatkan nyawa. Namun, syaratnya ketat: benar-benar ada ancaman jiwa, tidak ada alternatif halal lain, dan hanya sebatas kebutuhan pokok.
Dalam kasus rumah Sahroni, massa jelas tidak berada dalam kondisi darurat yang membahayakan nyawa. Mereka tidak sedang kelaparan hingga terpaksa mengambil makanan, melainkan melampiaskan amarah politik dan kekecewaan sosial. Karena itu, penjarahan dan perusakan masuk kategori dosa besar.
Rasulullah SAW bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Load more