Suami Nikah Siri Tanpa Izin atau Sepengetahuan Istri Pertama, Memangnya Boleh? Dalam Islam Ternyata Hukumnya…
- Pixabay
tvOnenews.com - Nikah siri kerap menimbulkan perdebatan, baik dari sudut pandang sosial maupun agama. Masyarakat seringkali memiliki pandangan berbeda mengenai status hukum nikah siri, terutama ketika dikaitkan dengan praktik poligami.
Di Indonesia, praktik nikah siri cukup lazim terjadi. Ada suami yang secara terbuka meminta restu dari istri pertamanya sebelum melangsungkan pernikahan siri.
Namun, tak sedikit pula yang melakukannya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan istri pertama, dengan berbagai alasan. Salah satunya demi menjaga keharmonisan rumah tangga.
Sayangnya, banyak pria yang melakukan nikah siri tanpa memberi tahu istri pertamanya.
Lalu, apakah diperbolehkan seorang suami nikah siri tanpa seizin istri pertama?
Dilansir tvOnenews.com dari tayangan youtube Al-Bahjah TV, seorang jamaah bertanya mengenai izin menikah siri tanpa izin istri pertama.
"Apakah bolehkan seorang suami menikah siri tanpa izin istri pertama?," tanya seorang jamaah kepada Buya Yahya.
Buya Yahya memberikan penjelasan mengenai hal ini. Menurut beliau, ada pandangan dari para ulama yang bisa dijadikan acuan dalam menyikapi persoalan nikah siri.
- YouTube
Ia menekankan bahwa dalam pernikahan, tanggung jawab suami tidak hanya terbatas pada aspek nafkah, tetapi juga mencakup pendidikan dan keadilan dalam keluarga.
"Hei kaum pria, memang dalam Islam boleh poligami, dan nikah bisa saja halal tanpa harus diretui oleh KUA. Tapi ketahuilah bahwasanya nikah itu menjadi beban, tanggung jawab kepada Allah SWT," ungkap Buya Yahya.
"Jangan senang nikahnya, akan tetapi kita mencari dosa dibalik itu semua," sambungnya.
Tak hanya itu, tanggungjawab bukan hanya memberikan nafkah saja, terdapat faktor pendidikan, keadilan dalam rumah tangga yang harus diberikan dalam pernikahan.
Buya Yahya berpesan jangan sampai keindahan agama Islam tercoreng oleh sebab pernikahan yang tidak beraturan, salah satunya nikah siri.
"Nikah dua, tiga, empat boleh dengan syarat kemampuan diri anda. Anda bisa mendidik mereka, mengayomi mereka, menafkahi mereka dan adil kepada mereka, itu sah," tegas Buya Yahya.
"Adapun masalah resmi atau tidak resmi itu kalau resmi untuk menjaga haknya wanita dengan cara di KUA dan sebagainya," kata Buya Yahya.
Load more