Beli Emas Tunai Tapi Barang Dikirim Belakangan, Boleh atau Tidak? Buya Yahya Tegaskan Hukumnya, Hati-hati Bisa...
- YouTube
tvOnenews.com - Dalam dunia jual beli modern, banyak masyarakat yang melakukan transaksi emas secara tunai namun barangnya diterima belakangan.
Fenomena ini semakin marak terutama di platform digital dan toko-toko online.
Namun bagaimana sebenarnya hukum jual beli seperti ini dalam Islam?
Buya Yahya, salah satu ulama terkemuka di Indonesia, memberikan penjelasan yang tegas dan menyeluruh terkait persoalan ini.
Dalam sebuah kajian, Buya Yahya menjelaskan bahwa emas dalam Islam memiliki hukum khusus dalam hal jual beli.
Hal ini disebabkan karena emas termasuk dalam kategori naqad atau alat tukar, seperti halnya uang.
Oleh karena itu, transaksi jual beli emas tidak bisa dilakukan sembarangan seperti jual beli barang biasa.
“Jual beli emas itu sama hukumnya dengan emas itu sendiri. Uang itu dimasukkan dalam hukum yang naqad,” terang Buya Yahya.
Beliau menambahkan bahwa para ulama sepakat uang yang kita miliki hari ini, termasuk rupiah, dolar, dan sebagainya, dihukumi serupa dengan emas dan perak.
Sehingga ketika dilakukan transaksi antara uang dan emas, harus mengikuti aturan syariat yang ketat.
“Jadi uang sama dengan emas dan perak, itu dijelaskan oleh para ulama. Sehingga jual belinya ada cara yang khusus,” lanjutnya.
Dalam praktiknya, Buya Yahya menerangkan bahwa jika dua jenis barang yang diperjualbelikan adalah sama, misalnya emas dengan emas, maka wajib hukumnya memiliki berat yang sama.
Tidak boleh ada kelebihan di salah satu pihak meskipun emas tersebut berbeda jenis, misalnya emas lama dengan emas baru.
Jika terdapat perbedaan berat atau nilai dalam transaksi, maka jatuhnya adalah riba.
“Kalau jenisnya sama, emas dengan emas, harus beratnya sama. Tidak boleh beda, biarpun namanya emas lama dan emas baru. Kalau ada kelebihan salah satunya, masuk riba,” tegas Buya Yahya.
Namun apabila barang yang diperjualbelikan berbeda jenis, seperti emas dengan uang (rupiah), maka nilai tukarnya boleh berbeda.
Meski begitu, ada satu syarat mutlak yang tetap harus dipenuhi: serah terima harus dilakukan secara langsung atau tunai.
“Kalau emas dengan perak, uang dengan emas ya tentu nggak bisa sama. Maka sama angka bilangannya beda. Tapi serah terimanya harus seketika itu, saling menyerahkan,” jelasnya.
Inilah yang menjadi titik persoalan dalam transaksi emas tunai yang barangnya dikirim belakangan.
Buya Yahya menegaskan bahwa penundaan dalam serah terima emas atau uang bisa mengakibatkan transaksi tersebut tergolong dalam riba, meskipun tidak ada pihak yang merasa dirugikan secara materi.
“Kalau tertunda menyerahkannya, masuk riba. Nggak ada yang dirugikan, tapi melanggar,” ujar beliau.
Contoh yang sering terjadi adalah seseorang membeli emas hari ini dan membayar secara tunai, namun emas baru dikirim atau diterima beberapa hari kemudian.
Dalam pandangan syariat, hal ini tidak diperbolehkan karena terjadi penundaan serah terima barang, meski pembayaran telah dilakukan.
“Jadi kalau anda jual beli emas, harus anda menyerahkan uangnya setelah itu langsung terima barangnya,” tegas Buya Yahya.
Lalu bagaimana solusinya? Buya Yahya menyarankan agar masyarakat yang ingin membeli emas secara syar’i tidak melakukannya secara kredit maupun dengan sistem serah terima tertunda.
Salah satu alternatif yang dianjurkan adalah dengan menabung terlebih dahulu.
“Tidak perlu anda melakukan kredit emas. Solusinya gimana? Ditabung. Nanti kita menitipkan emas di sana. Sudah pada waktunya, ada wakil daripada pembeli, nanti uang terkumpul baru melakukan transaksi. Sehingga tidak terjadi riba,” jelas beliau.
Dengan kata lain, menabung uang terlebih dahulu hingga mencukupi harga emas, lalu melakukan transaksi secara tunai dan langsung menerima emas, adalah cara yang paling aman dan sesuai syariat Islam.
Buya Yahya mengingatkan agar umat Islam berhati-hati dalam transaksi, terutama jika menyangkut benda seperti emas yang masuk dalam kategori alat tukar. (adk)
Load more