Naskah Khutbah Idul Adha 1446 H: Meriah tapi Keliru, Begini Menyambut Idul Adha Sesuai Anjuran
- iStockPhoto
tvOnenews.com - Kekeliruan dalam memeriahkan Hari Raya Idul Adha sering terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Maka, naskah khutbah Idul Adha 2025 akan membahas tentang hal ini.
Naskah khutbah Idul Adha memberikan pesan tersirat sekaligus menjadi ilmu pengetahuan yang mengambil tema tentang Hari Raya Idul Adha dan ibadah kurban sebagai pembahasan utama.
Dalam menyemarakkan euforia Hari Raya Idul Adha, ada beberapa hal menjadi perhatian agar hari mulia ini tetap bernilai ibadah akan disampaikan khatib lewat penyampaian naskah khutbah Idul Adha.
Alih-alih kebutuhan materi naskah khutbah Idul Adha ini mengingat Hari Raya Idul Adha semakin dekat, apabila merujuk pada ketetapan kalender Hijriah dari ketentuan Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Merujuk dari SKB 3 Menteri, Hari Raya Idul Adha 2025 M/1446 H diprediksikan pada Jumat, 6 Juni 2025.
Sementara, materi naskah khutbah Idul Adha 1446 H ini berjudul "Meriah tapi Keliru, Begini Menyambut Idul Adha Sesuai Anjuran".
Naskah Khutbah Idul Adha Tema Meriah tapi Keliru, Begini Menyambut Idul Adha Sesuai Anjuran
- iStockPhoto
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْدُ.
اْلحَمْدُ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنسْتغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ. وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أنْ لاَ إلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ هَذَا الرَّسُوْلِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Sidang jemaah shalat Id rahimahumullah
Pertama-tama, marilah kita senantiasa mengucap puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ampunan kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa, sebagaimana bukti kecintaan Dia sehingga kita dapat berkumpul kembali dan menyemarakkan Idul Adha pada tahun 2025.
Tak lupa, saya selaku khatib tak pernah bosan mengingatkan marilah kita sholawat dan salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW, Nabi terakhir memberikan kebenaran untuk menyelamatkan umat manusia dari zaman kebodohan.
Kaum muslimin rahimahumullah
Idul Adha sebagaimana kita ketahui sebagai momen hari raya yang paling agung dan mulia dalam agama Islam.
Idul Adha merupakan sebuah hari raya membuat kita bernostalgia atas kisah pengorbanan begitu luar biasa dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Sayangnya melalui kisah tersebut, semakin ke sini, semarak Idul Adha justru malah makin jauh dari esensi utamanya. Banyak di antara kita yang terjebak dalam kemeriahan yang keliru.
Maka dari itu, saya bertugas sebagai khatib berdiri di atas mimbar ini akan menerangkan makna pengorbanan yang terdalam dari esensi Idul Adha.
Idul Adha bukan sekadar hari besar yang diisi dengan potong hewan dan makan-makan, namun sejatinya memberikan simbol penguatan ketakwaan, keikhlasan, dan seberapa jauh kepatuhan kita kepada Allah SWT.
Dari Surat Al-Ma'idah Ayat 27, Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Ma’idah: 27).
Kembali pada kisah Nabi Ibrahim AS, beliau yang siap menyembelih anaknya menunjukkan bahwa, perintah Allah lebih utama dari segalanya.
Maka dari itu, ketika kita berkurban, hendaknya kita meneladani ketulusan itu, bukan sekadar menggugurkan kewajiban.
Keluargaku yang dilimpahkan rezeki oleh Allah
Di era media sosial, tak sedikit yang menjadikan kurban sebagai ajang pamer dan eksistensi, bukan karena cinta kepada Allah.
Foto-foto hewan kurban diberi caption berlebihan, bahkan tak jarang niatnya bergeser untuk mendapat pengakuan sosial.
Salah satu hadis riwayat mengingatkan tentang niat, Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Fenomena ini bukan hanya mengurangi pahala, tetapi bisa menghapus nilai ibadah.
Shalat Idul Adha pun seringkali dilupakan atau dilakukan dengan tergesa, padahal ia termasuk syiar utama Idul Adha. Banyak pula yang lebih fokus pada pesta dan hiburan daripada takbir dan dzikir.
Kemudian, khatib mengingatkan bahwa, Islam sudah mengatur cara menyambut Idul Adha dengan sempurna, beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Memperbanyak takbir dan dzikir mulai dari malam 10 Zulhijah hingga hari tasyrik (13 Zulhijah).
2. Melaksanakan shalat Idul Adha secara berjamaah dengan khusyuk.
3. Berkurban dengan hewan terbaik, bukan sekadar cari murah dan banyak.
4. Membagi daging kurban kepada fakir miskin dengan penuh kasih, bukan untuk konsumsi pribadi semata.
Beberapa poin ini mengingatkan terjemahan dalam Surat Al-Hajj Ayat 37 yang lebih menekankan pada ketakwaan sebagai jalur agar daging kurban diterima dan dimanfaatkan oleh orang yang berhak menerimanya.
Dengan mengikuti tuntunan ini, kita menjaga kemurnian Idul Adha dari praktik-praktik yang merusak nilainya.
Sidang shalat Id yang dibanggakan Allah
Mari kita tidak boleh terjebak dalam kekeliruan semarak Idul Adha dan menjadikan hari raya ini sebagai refleksi ketakwaan dan kesungguhan ibadah.
Bukan sekadar ritual tahunan, tapi momen peningkatan iman. Jauhi riya, hilangkan pamrih dunia, dan ikhlaskan semua hanya karena Allah.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ. إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
(hap)
Sumber Referensi: Quran Kemenag RI, NU Online, Majelis Tarjih Muhammadiyah, Kemenag RI, dan berbagai sumber lainnya.
Load more