Ramai Isu Vasektomi Dicanangkan Gubernur Jawa Barat, Praktisi Kesehatan Masyarakat Ungkap Manfaatnya dan Berikut Respons MUI
- dok.ilustrasi freepik
Jakarta, tvOnenews.com- Isu adanya vasektomi menuai ragam komentar, yang mana masyarakat mampu melihat dari segi apa antara kesehatan atau agama.
- dok.ilustrasi freepik
Hal itu semua ada pada tangan pembaca yang menentukan pilihan. Dengan ini, berikut pandangan kesehatan yang diungkap Praktisi Kesehatan Masyarakat, dr Ngabila Salama.
Dalam penjelasannya, dr Ngabila mengatakan kalau vasektomi umumnya dilakukan pasangan, suami menyadari kalau secara ekonomi tak lagi sanggup, dan pertimbangan kesehatan pasangan,dll.
Hal ini tentu sudah disepekati antara pasangan. Juga dibicarakan dengan bijak dan tahu risikonya.
Vasektomi biasanya dilakukan pada pria dalam kondisi berikut:
1. Tidak ingin memiliki anak lagi
Ini alasan paling umum. Pria (dan pasangannya) merasa keluarga sudah cukup dan tidak ingin kehamilan lagi.
2. Pasangan memiliki risiko medis tinggi jika hamil
"Misalnya, jika kehamilan bisa membahayakan nyawa atau kesehatan istri," kata dr Ngabila, dala keterangannya, Rabu (7/5/2025).
3. Kontraindikasi penggunaan kontrasepsi pada pasangan
Misalnya, istri tidak bisa memakai pil, spiral, suntik, dll karena efek samping atau kondisi medis tertentu.
4. Masalah genetika
Jika ada risiko tinggi mewariskan penyakit genetik serius, vasektomi bisa dipilih untuk mencegah kehamilan.
5. Pilihan pribadi atau ideologis
"Ada pria yang memilih vasektomi karena prinsip hidup, alasan finansial, atau tanggung jawab sosial (misalnya dalam konteks overpopulasi)," jelasnya.
6. Pasangan sudah menjalani prosedur permanen, tapi pria tetap ingin jaga-jaga
Menurutnya, kadang suami tetap menjalani vasektomi walaupun istri sudah steril, demi kepastian tambahan. "Vasektomi termasuk prosedur medis yang relatif aman, tapi tetap ada beberapa efek samping, risiko, dan kemungkinan komplikasi yang bisa muncul, baik jangka pendek maupun jangka panjang," pesannya.
Pandangan Islam soal Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Melansir laman Kementerian Agama (Kemenag) Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof KH Asrorun Niam Sholeh menegaskan kembali hasil keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang digelar di Cipasung, Tasikmalaya, bahwa vasektomi hukumnya haram kecuali ada alasan syari.
Hal ini karena rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat keluarga bisa menerima bantuan sosial (bansos) hingga beasiswa.
“Islam membolehkan KB sebagai mekanisme pengaturan keturunan dengan syarat jenis dan caranya tidak melanggar syariat. Sementara, vasektomi merupakan jenis kontrasepsi dengan pemandulan tetap, dan itu terlarang”, ujar Kiai Niam kepada MUIDigital, Senin (5/5/2025) di Jakarta.
Lebih lanjut, Kiai Niam menegaskan, persyaratan vasektomi dalam kebijakan bantuan sosial adalah kebijakan yang harus dikoreksi.
“Dengan demikian, mengaitkan bantuan sosial dengan syarat vasektomi, padahal itu terlarang secara syar'i, maka kebijakan tersebut harus dikoreksi dan jika tetap dipaksakan, maka tidak boleh ditaati”, tegas Pengasuh Pesantren An Nahdlah Depok itu.
Kiai Niam berpesan, setiap pengambilan kebijakan publik harus didasarkan pada kajian mendalam dan dengan penuh kebijaksanaan. Jangan sampai niat baik melahirkan penolakan karena dilakukan dengan cara dan proses yang tidak baik.
“Kebijakan publik tanpa kajian mendalam bisa tersesat dan menimbulkan kegaduhan. Ini bisa kontraproduktif. Karenanya perlu diskusi mendalam. MUI siap memberi masukan untuk kemaslahatan. Jangan sampai menjadi beban Presiden, serius mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sementara di bawahnya membuat kebijakan yang bisa memantik resistensi,” tegasnya.
Dengan begitu, fatwa terkait vasektomi ini sebenarnya dibahas berkali-kali, seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya di bidang kedokteran.
“Ini menunjukkan bahwa fatwa itu sifatnya dinamis dan adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dapat dijadikan dasar dalam melakukan telaah ulang atas fatwa, termasuk kemungkinan mengubah hukum. Hanya saja, informasi perkembangan tata cara pelaksanaan vasektomi, mulai 1979, kemudian 2009, dan terakhir 2012, belum menunjukkan adanya perubahan berarti yang dapat mengubah status hukum haram vasektomi”, tegasnya.(klw).
Load more