Sebenarnya Hukum Kurban untuk Orang Meninggal Dunia Boleh atau Tidak dalam Islam? Kata Buya Yahya Sebaiknya...
- Tangkapan layar YouTube Al-Bahjah TV
tvOnenews.com - Kurban merupakan salah satu ibadah yang dinantikan oleh umat Islam berlangsung setiap Hari Raya Idul Adha.
Kebanyakan umat Muslim menjalankan ibadah kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ada juga yang berkurban sebagai pengganti tidak bisa menjalankan ibadah haji.
Selain itu, ada juga orang mukmin ingin mendapat pahala dari kurban untuk dirinya sendiri maupun diperuntukkan untuk keluarganya.
Tak sedikit dari mereka sampai rela membeli hewan kurban ditujukan untuk orang meninggal dunia yang di semasa hidupnya belum sempat berkurban.
Akan tetapi, banyak orang mukmin bertanya-tanya, apakah membeli hewan kurban untuk orang meninggal dunia masih mengandung pahala atas pemberian dari Allah SWT?
Terkait hal ini, Buya Yahya menjelaskan hukum berkurban atas nama orang tua sudah meninggal dunia dari pertanyaan seorang jemaahnya.
Hukum Beli Hewan Kurban untuk Orang Meninggal Dunia dalam Islam
- Tim tvOne - Sri Cahyani Putri
Dilansir tvOnenews.com melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV, Minggu (4/5/2025), Buya Yahya memahami banyak orang sudah meninggal dunia berniat kurban namun belum diberikan kesempatan.
Sebagai pengasuh LPD Al-Bahjah, Buya Yahya mendapat pertanyaan dari jemaahnya ingin menjadi anak berbakti karena mau memenuhi niat orang tua telah meninggal dunia yang mau berkurban.
"Apakah boleh berkurban untuk menunaikan janji orang tua yang telah wafat? Apakah hal itu termasuk sedekah jariyah atau justru bisa dianggap tidak sesuai tuntutan syariat?," tanya seorang jemaah kepada Buya Yahya.
Dengan jawabannya yang penuh bermakna, Buya Yahya lebih dulu menjelaskan esensi dan pengertian dari kurban meliputi beberapa hal.
"Yang kesatu, itu dianjurkan dan disunnahkan setiap tahun, bukan seumur hidup sekali. Setiap bulan haji tiba, disunnahkan kita untuk kurban," respons Buya Yahya sambil menjelaskan.
Buya Yahya mengatakan hukum kurban adalah sunnah muakkad dan dianjurkan untuk yang sudah mampu dari segi ekonomi, baik boleh sekali maupun setiap tahun pada bulan Dzulhijjah.
"Katanya kakekku, ayahku ingin kurban setiap tahun dan memang semua orang harus begitu dong, cuma ini kan sunnah. Di saat tahun ini mampu, tahun depan enggak mampu itu tak ada masalah," tegas dia.
Buya Yahya lebih menganjurkan jika ingin memperoleh pahala mengalir deras, maka harus berkurban setiap tahun, walaupun ia memahami masih ada yang belum sempat berkurban.
Kemudian, Buya Yahya menyinggung soal anak yang ingin berkurban untuk orang tua meninggal dunia dengan mengambil penjelasan dari para ulama.
Menurut Buya Yahya, beberapa ulama menyebutkan kalau berkurban untuk orang meniggal dunia, baik yang belum berwasiat maupun sudah wasiat diperbolehkan dalam syariat agama Islam.
"Kalau dia berwasiat sudah jelas karena wasiatnya. Tapi, kita ambil yang paling mudah terkait boleh kita berkurban untuk orang tua telah meninggal dunia," jelas Buya Yahya.
"Memang pada dasarnya tidak perlu karena sudah meninggal dunia. Kalau makna sedekah bisa bermacam-macam cara, bisa saja kita bangun masjid diniatkan untuk orang tua kalau hanya ingin amal jariyah, bukan dengan kurban," terangnya.
Buya Yahya mengatakan, kalau berkurban tidak ditujukan kepada orang tua telah meninggal dunia sebenarnya juga tak masalah dan hukumnya tetap sah dalam agama Islam.
Lantas, bagaimana nasib hukum membeli hewan kurban tetapi tidak ada wasiat dari orang meninggal dunia? Buya Yahya memahami sebagian ulama lainnya menyebutkan tidak perlu.
"Yang kedua, boleh berkurban untuk orang tua biarpun tidak berwasiat. Boleh, dan dapat pahala. Akan tetapi, mana yang lebih utama?," papar dia.
Buya Yahya mempertanyakan seorang anak ingin berkurban untuk orang tua, tetapi apakah mereka sudah menjalankan ibadah tersebut ditujukan untuk diri sendiri.
Bagi Buya Yahya, jika sudah pernah berkurban untuk diri sendiri, maka diperbolehkan membeli hewan kurban kepada orang tua meski sudah meninggal dunia.
"Ada masalah pahala tinggal diniatkan 'Ya Allah, semoga pahala kurbanku dan untuk orang tua sampai'," imbuhnya.
"Jadi, kurban untuk Anda paling utama, kenapa? Sunnah kurban itu dibebankan oleh Allah untuk Anda dan dengan diri Anda sendiri, bukan saya kurban untuk orang," lanjutnya menjelaskan.
Pendakwah karismatik itu kembali bertanya-tanya mengapa ada orang yang belum menjalankan sunnah kurban untuk diri sendiri, tetapi mereka lebih mengutamakan untuk pihak keluarganya.
Walau demikian, Buya Yahya menegaskan bahwa, langkah tersebut juga tetap mengandung pahala besar, baik pemberi maupun penerimanya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menyinggung soal amal jariyah hanya perkara membeli hewan kurban dengan atas nama orang lain.
"Adapun amal jariyah itu adalah bukan dalam bentuk kurban itu. Istilahnya, amal yang terus mengalir, misalnya membangun pesantren, masjid itu mengandung jariyah (pahala) tidak terputus," bebernya.
Buya Yahya menganggap jika membangun sesuatu yang bermanfaat diperuntukkan orang meninggal dunia, maka pahalanya terus mengalir.
Kurban hanya sebatas masuk dalam jenis amal qasirah di mana mengandung pahala dari ibadah qasirah. Maksudnya, keutamaan yang didapatkan hanya sebatas di kurban, tanpa mengalir terus-menerus.
"Tapi tidak perlu diremehkan! Umrah ya sudah umrah selesai, kalau haji ya sudah selesai, kalau shalat juga selesai, misalnya saya meninggal itu enggak ada ibadah shalatnya," imbuhnya lagi.
"Jadi, amal jariyah bukan bab kurban tapi kurban mendapatkan keutamaan pahala, apalagi mengurbankan untuk orang tua ada bakti di dalamnya, ada sedekah di dalamnya," tandasnya.
Dalam penutup ceramahnya, Buya Yahya hanya berpesan sebaiknya kurban untuk diri sendiri jauh lebih baik ketimbang untuk orang meninggal dunia.
"Kalau ada kambing lebih bolehlah setelah itu, Anda bisa berkurban untuk orang tua Anda," tutupnya.
(hap)
Load more