Memang Boleh Berdagang saat Haji 2025? Begini Penjelasan Hukum Bisnis selama Berhaji dalam Agama Islam
- ANTARA/Anom Prihantoro
tvOnenews.com - Musim haji sering menjadi ajang langka sebagai momen berkumpulnya umat Islam seluruh dunia.
Di tengah kemeriahan spiritual ini, tidak sedikit jemaah haji yang membawa barang dagangan atau melakukan aktivitas bisnis, baik kecil maupun besar.
Terlepas dari itu, keberangkatan jemaah haji 2025 dari kloter pertama akan berlangsung pada 2-16 Mei 2025, sehingga mereka sudah mulai mempersiapkan barang apa saja untuk berdagang di Tanah Suci.
Keinginan ingin berbisnis di Tanah Suci memunculkan pertanyaan apakah boleh berdagang saat haji?
Tak hanya itu, biasanya ada juga yang bertanya apakah aktivitas ekonomi seperti jual beli bersifat mubah tanpa mengurangi pahala ibadah?
Pertanyaan ini penting untuk dijawab dengan perspektif syariah, agar ibadah tetap sah dan bermakna, serta aktivitas duniawi tidak menodai niat suci berhaji.
Oleh karena itu, pentingnya mengetahui hukum berdagang dalam Islam, terutama saat melaksanakan ibadah haji 2025.
- MCH 2024
Dasar Hukum Berdagang dalam Islam
Merujuk dari buku Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi, jika merujuk dalam agama Islam, hukum dasar muamalah adalah mubah yang artinya boleh dan sifatnya halal.
Namun demikian, hukum berdagang juga bisa menjadi haram jika mengacu dari sejumlah dalil maupun hadis.
Jika selama berdagang selalu memenuhi seluruh syarat dan ketentuan yang berlaku, misalnya menggunakan cara halal, maka muamalah sifatnya sah dan tidak haram.
Dikutip dari Quran Kemenag RI, sebagaimana dalam dalil Al-Quran dari Surat Al-Baqarah Ayat 275 mengenai hukum berdagang, Allah SWT berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Artinya: "Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah, 2:275).
Jika mengacu pada tafsir ayat 275, maka bisa mengetahui dasar berdagang sebagai bentuk aktivitas halal yang dibolehkan, asalkan tidak melawan atau bertentangan prinsip-prinsip berbasis syariah.
Lantas, bagaimana berdagang saat haji? Prinsipnya bersifat mubah dan diperbolehkan dalam agama Islam, dengan catatan tidak melanggar adab atau syarat ibadah.
Dalil dan Pendapat Ulama tentang Berdagang saat Haji
Dalam tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 198, telah mewakilkan penjelasan hukum berdagang selama pelaksanaan haji, Allah SWT berfirman:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ
Artinya: "Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu (pada musim haji)." (QS. Al-Baqarah, 2:198).
Dilansir dari Tafsir Al-Qur'an al-Azhim, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa, potongan ayat dari Surat Al-Baqarah ini merupakan turunan dari keraguan para sahabat ingin berdagang saat ibadah haji di Tanah Suci.
Sejatinya, Allah mengizinkan dan membolehkan dari mereka untuk tetap mencari rezeki selama tidak melalaikan ibadah.
Imam Al-Qurtubi menambahkan, selama niat utama tetap ibadah, berdagang tidak menjadi masalah. Yang tercela adalah jika haji dijadikan kedok untuk bisnis, bukan sebaliknya.
Syarat dan Etika Berdagang saat Haji
Hukum berdagang saat haji masih boleh, namun harus memperhatikan adab dan syariat dalam agama Islam sebagai berikut:
1. Niat utama tetap ibadah, bukan keuntungan duniawi.
2. Tidak melalaikan kewajiban haji seperti wukuf, tawaf, dan shalat berjamaah.
3. Menjaga etika berdagang: tidak menipu, tidak menaikkan harga secara zalim, dan tidak mengganggu jamaah lain.
4. Tidak menghalangi jalan atau memadati area ibadah untuk kepentingan bisnis.
Etika ini telah menjadi rujukan dalam salah satu hadis riwayat, Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa menipu, maka ia bukan dari golongan kami." (HR. Muslim).
(hap)
Load more