Jakarta, tvOnenews.com- Bagi umat muslim wajib tahu ini soal ketentuan shalat di Kendaraan. Terlebih dikala momen mudik 2025 nanti.
Sejumlah orang mungkin belum ada yang tahu, apakah boleh atau tidak? dan Baha caranya shalat di Kendaraan? simak penjelasan berikut ini ada dari Buya Yahya.
Merangkum dari berbagai sumber, termasuk NU Online, dikatakan boleh umat muslim untuk shalat di Kendaraan.
Sebagaimana disampaikan, Abu Bakar Al-Hishni di dalam kitabnya Kifâyatul Akhyâr menuturkan sebagai berikut:
يجوز للْمُسَافِر التنقل رَاكِبًا وماشياً إِلَى جِهَة مقْصده فِي السّفر الطَّوِيل والقصير على الْمَذْهَب
Artinya: Diperbolehkan bagi seorang yang sedang melakukan perjalanan baik berkendara atau berjalan kaki untuk melakukan shalat sunah dengan menghadap ke arah tempat tujuannya, di dalam perjalanan yang panjang (yang diperbolehkan mengqashar shalat) dan di dalam perjalanan yang pendek (yang tidak diperbolehkan mengqashar shalat) menurut pendapat yang dipegangi madzhab (Syafi’i). (Abu Bakar Al-Hishni, Kifâyatul Akhyâr [Damaskus: Darul Basyair], 2001, juz I, halaman: 125)
Juga dari Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits berikut:
عَنْ جَابِرٍ كَانَ رَسُول اللَّهِ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَل فَاسْتَقْبَل الْقِبْلَةَ
Artinya: Dari Jabir bin Abdillah Radliyallâhu ‘Anhu bahwa Rasulullah SAW shalat di atas kendaraannya menghadap ke mana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila beliau hendak shalat fardhu, maka beliau turun dan shalat menghadap kiblat. (HR Bukhari)
Dijelaskan, kesimpulan dari kedua ini, shalat yang dilakukan di atas kendaraan adalah shalat sunah saja. Ini bisa dipahami dari hadits di atas bahwa ketika Rasulullah akan melakukan shalat fardhu, maka beliau akan turun dari untanya.
Lebih lanjut, disampaikan kalau seseorang dalam perjalanan dan hendak melakukan shalat fardhu sementara tidak mungkin dilakukan secara sempurna di atas kendaraan.
Maka ia mesti turun dari kendaraannya, Ia mesti melakukan shalat fardhunya di atas tanah.
Merangkum dari laman Kementerian Agama, Dimata kalau seseorang dalam perjalanan diperbolehkan untuk meringkas jumlah rakaat shalat.
Meringkas jumlah rakaat shalat berjumlah 4 menjadi 2 rakaat, bukan untuk mahgrib atau subuh.
Seseorang yang melakukan perjalanan jauh (musafir) bisa mendapatkan keringanan (rukhsah) dalam hal pelaksanaan shalat. Agama Islam membolehkan seorang musafir untuk meringkas shalat (qashar) yang berjumlah empat rakaat menjadi dua rakaat, yakni shalat zhuhur, ashar dan isya'.
Sebagaimana Allah SWT berfirman di dalam Surat An-Nisa’ ayat 101:
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ
“Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk meringkas shalat.”
Boleh shalat di kendaraan, apabila situasi tidak bisa mengarah kiblat, dan tayamum atau wudhu secara baik, sesuai rukun dan syarat shalat. Maka shalatnya hanya sebagai laporan atau tanda masuknya ibadah.
Sehingga wajib diulangi ketika sudah berhenti atau kondisi shalat sudah bisa berdiri dan melakukan rukun dan syaratnya.
Buya menyarankan agar sebisa mungkin berusaha mencari arah kiblat dengan menepi/berhenti untuk shalat.
"Karena nggak punya air wudhu, dalam Mazhab Syafi'i selagi nggak bisa sempurna tayamum dengan debu, maka nggak usah tayamum, namanya shalat faqiduttohuroen," ucap Buya dikutip dari YouTube Al Bahjah Tv, Minggu (16/3/2025).
"Cuma karena shalatnya nggak memenuhi syarat, nanti kalau sudah sampai, shalatnya harus diulang lagi, tapi yang penting Anda tidak dosa. Maka (dengan seperti ini) tidak ada muslim yang meninggalkan shalat,” jelasnya.
Dengan begitu, Buya Yahya menambahkan, shalat yang dilakukan setelah sampai di tempat tujuan adalah shalat qadha.
Sebab, shalat yang dilakukan di kendaraan hanya laporan bahwa ia sudah melakukan kewajiban shalat di waktunya, tapi tidak dianggap sebagai shalat sesungguhnya.(klw)
waallahualam
Load more