Memangnya Boleh Qadha Shalat untuk Orang yang Meninggal Dunia? Ternyata Kata Buya Yahya Hukumnya...
- Tangkapan layar YouTube Al-Bahjah TV
Nahasnya, tidak semua orang mukmin mengetahui pemahaman ilmu-ilmu shalat, terkhusus pada bagian qadha apabila terjebak dalam kondisi yang tak memungkinkan.
"Dalam sebuah keluarga yang awam, sehingga orang tuanya yang sakit tidak diajari shalat meninggal beliau dalam keadaan punya utang shalat," tuturnya.
Perihal qadha shalat untuk orang meninggal dunia, Buya Yahya mengambil pemahamannya dari beberapa pendapat mazhab para ulama.
Buya Yahya lebih dulu menjelaskan qadha shalat terkait hal ini dari pemahaman Mazhab Imam Syafi'i.
"Mazhab Imam Syafi'i yang dikukuhkan, pertama tidak diqadhai oleh keluarganya, tidak dishalati karena ini urusan amal ibadah pribadi," jelasnya.
Lantas, bagaimana cara menggantinya apabila tidak bisa diqadha?
Buya Yahya menjelaskan pendapat kedua Mazhab Imam Syafi'i, shalat yang ditinggalkan oleh orang meninggal dunia boleh diganti menggunakan fidyah.
"Setiap satu shalat yang ditinggalkan dibayarkan 1 mut kurang lebihnya 6,7 ons. 1 mut itu enam ons sampai 7 ons," terangnya.
Fidyah merupakan kewajiban bagi seorang mukmin untuk mengganti utang ibadahnya. Fidyah tidak sekadar untuk puasa, melainkan juga bisa membayar utang shalat yang telah ditinggalkan.
Pengasuh LPD Al Bahjah itu menuturkan cara membayar fidyah untuk orang meninggal dunia, setidaknya bisa menggunakan harta waris.
"Karena ini termasuk haknya dia kalau kita mengambil pendapat ini, atau lebih enaknya lagi diambil dari anaknya yang berderma," ucapnya.
Kemudian, Buya Yahya mengambil pendapat lainnya dari Imam Shubki RA. Pemahaman ini lebih mengacu bahwa qadha shalat masih boleh, dengan catatan wajib diganti oleh pihak keluarganya.
"Pendapat ini paling lemah tapi dilakukan sendiri oleh Imam Shubki RA. Minimal ahli warisnya yang menggantinya," paparnya.
Ia lebih menyarankan sebaiknya didoakan agar hal-hal keburukan bagi orang meninggal dunia tidak terjadi di alam kuburnya.
Namun, hukum qadha shalat perihal ini tidak ada batasan-batasannya dan dibebaskan apabila memahami beberapa pendapat dari para ulama.
"Semuanya bebas, yang tidak boleh adalah kita saling menyalahkan, jangan sampai ribut dalam satu keluarganya karena enggak mau qadha," tandasnya.
Load more