Menteri Agama Serukan Ekoteologi dan Pelestarian Alam Masuk dalam Kurikulum Pendidikan Agama
- Tanwir Aisyiyah Muhammadiyah
tvOnenews.com - Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar meminta ekoteologi dan pelestarian alam masuk dalam kurikulum pendidikan agama dan keagamaan.
Hal ini disampaikan Menag saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pendidikan Islam 2025 di Jakarta, pada Selasa (21/1/2025) yang bertajuk "Execution Matters! Beres Ya."
Menag mengatakan terdapat tiga fokus pengembangan pendidikan agama dan keagamaan di masa depan, yaitu isu lingkungan, toleransi, dan nasionalisme.
Pihaknya menegaskan pada relevansi pendidikan dalam menjawab tantangan zaman, terutama krisis lingkungan.
Nasaruddin menyebutkan pentingnya sebuah pendekatan ekoteologi untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pelestarian alam.
Ekoteologi bisa dipahami sebagai konsep yang membahas tentang interelasi antara pandangan teologis-filosofis yang terkandung dalam ajaran agama dengan alam, khususnya lingkungan.
"Konsep 'khalifah' dalam Islam menjadi landasan moral untuk mengajarkan siswa menjaga lingkungan hidup. Al-Quran dan hadis memberi pesan tegas untuk tidak merusak bumi," ujar Menag.
Sebuah tafsir Al-Quran yang diterbitkan Kementerian Agama, kata khalifah (QS Al Baqarah: 30) diterjemahkan sebagai pengelola alam semesta.
Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Agama berharap nilai-nilai ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan agama, menjadikan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab manusia.
Visi kedua yang diangkat adalah penguatan toleransi melalui moderasi beragama. Menag menyebut "Kurikulum Cinta" sebagai pendekatan inovatif untuk mengintegrasikan nilai moderasi ke dalam pembelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.
"Pendidikan adalah jalan utama untuk menciptakan masyarakat yang harmonis di tengah keberagaman," tegasnya.
Moderasi beragama dianggap strategis dalam membangun masyarakat yang inklusif serta menanamkan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin di berbagai tingkatan pendidikan.
Nasionalisme menjadi pilar ketiga. Menag menekankan pentingnya pendidikan sejarah, penguatan budaya lokal, dan penghayatan nilai-nilai Pancasila sebagai upaya menanamkan cinta tanah air.
"Nasionalisme bukan sekadar slogan, melainkan ruh dari setiap kebijakan pendidikan kita," ungkap Menag.
Pendidikan agama diharapkan menjadi benteng untuk menjaga identitas bangsa di tengah derasnya pengaruh budaya asing.
Sehingga, generasi muda memiliki wawasan global tanpa kehilangan akar budaya dan cinta tanah air.
Load more