Semarang, tvOnenews.com -Pemerintah daerah disarankan diberi ruang untuk ikut mengatur zonasi dalam penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Karena yang terpenting dalam zonasi adalah adanya pemetaan, dalam hal ini Pemda dianggap yang paling paham. Demikian benang merah pendapar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah.
"Hal terpenting (dalam zonasi, red.) sebenarnya adalah pemetaan. Karena satu daerah dengan daerah lain itu kan berbeda-beda sehingga pemetaan harus keliling," kata Dr. Muhdi di Semarang, Senin.
Hal tersebut disampaikannya usai Focus Group Discussion (FGD) bertema "Pendidikan Bermutu Untuk Semua" menyambut Hari Guru dan Hari Ulang Tahun (HUT) PGRI di Universitas PGRI Semarang (Upgris).
Menurut dia, hasil pemetaan itu bisa menjadi bahan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan soal zonasi pada PPDB yang tidak harus sama persis untuk seluruh daerah.
Bahkan, kata dia, pemerintah bisa memberikan ruang bagi masing-masing daerah untuk mengatur penetapan zonasi, misalnya persentase antara penerimaan zonasi dan prestasi.
"Ini ruang yang saya kira nanti pemerintah pusat bangun saja sistemnya. Beri ruang kepada daerah untuk memilih alternatif-alternatif dengan kriteria. Indikatornya seperti ini, maka persentasenya, misalnya prestasi 40 persen, tapi yang lain 30 persen," katanya.
Ia mengatakan zonasi juga perlu diterapkan sesuai dengan kebutuhan, misalnya sekolah dasar (SD) yang secara umum ada di setiap zona wilayah maka penerapan zonasi secara penuh bisa dilakukan.
"Walaupun mungkin di daerah-daerah tertentu tidak diperlakukan sama. Jadi, zona juga tidak harus berlaku secara nasional dengan rumus yang sama," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Tengah itu.
Untuk SD, kata dia, sistem zonasi bisa diberlakukan secara penuh karena ketersediaan SD sudah merata di seluruh wilayah, tetapi berbeda dengan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).
"Faktanya pemerintah belum bisa menyediakan SMP dan SMA yang semuanya (lokasinya, red.) dekat. Maka mestinya nilai prestasi sebagai hak anak nanti persentasenya ditingkatkan," katanya.
Jadi, kata dia, pemerintah daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi bisa menggunakan kewenangannya, misalnya SD dan SMP di bawah bupati/wali kota, sedangkan SMA diatur oleh gubernur.
"Tapi, tetap rambu-rambunya dari pusat. Kalau SD 'full' maka SMP tidak harus diterapkan secara 'full' seperti SD. Untuk SMA lebih lagi karena sekolahnya rata-rata di titik tertentu, maka kuota untuk zonasi diperkecil lagi," kata mantan Rektor Upgris itu.
Pada FGD tersebut, sejumlah pakar pendidikan hadir, antara lain mantan Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Ravik Karsidi, mantan Rektor Unika Soegijapranata Semarang Prof Ridwan Sanjaya, dan Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) Prof Masrukhi.
Nantinya, kata dia, usulan dan masukan yang terangkum dalam FGD tersebut akan disampaikan kepada Pengurus Besar (PB) PGRI dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti.
"Kami bawa juga (masukan, red.) ke parlemen ya, baik di DPD maupun DPR. Kebetulan, saya di DPD akan saya bawa juga sebagai bagian dari masukan," kata Muhdi.(ant/bwo)
Load more