Jakarta, tvOnenews.com - Terdakwa perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti, Gregorius Ronald Tannur telah mendapat vonis bebas lebih cepat dari jumlah hukuman 12 tahun pidana penjara oleh Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (24/7/2024).
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," ujar Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik di Surabaya dikutip tvOnenews.com, Selasa (30/7/2024).
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur membuat keluarga Dini Sera Afrianti merasa geram terhadap keputusan tersebut.
Ayah dan adiknya mendapat pendampingan dari kuasa hukumnya, Dimas Yemahura sambil membawa beberapa bukti pembunuhan yang menimpa Dini atas perlakuan penganiayaan oleh Ronald Tannur ke Kantor KY RI, Senin (29/7/2024).
Kuasa hukum keluarga Dini Sera Afriyanti, Dimas Yemahura (kiri) beri keterangan soal vonis bebas Ronald Tannur. (ANTARA/Fath Putra Mulya)
"Bukti pendukung awal yang kami bawa adalah gambar-gambar yang menunjukkan bahwa pertimbangan hakim yang digunakan dalam mempertimbangkan perkara ini sudah tidak benar," jelas Dimas.
Dimas menyampaikan bahwa keluarga Dini turut menyertakan surat dakwaan yang isinya melihatkan hasil visum tidak terbukti meninggal akibat alkohol selain melihatkan bukti foto korban.
"Dan juga kami menunjukkan di dalam surat dakwaan itu bahwa tidak ada niat dari tersangka GRT untuk membawa korban ke rumah sakit sebagaimana yang dijadikan pertimbangan hakim dari PN Surabaya untuk memutus bebas tersangka GRT," terang kuasa hukum keluarga korban.
Ia pun mengatakan keluarga Dini Sera mendesak KY agar menyelidiki hakim yang vonis bebas Ronald Tannur.
Hakim diduga telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
"Kami meminta kiranya KY dapat memberikan rekomendasi yang terbaik, yakni harapan kami adalah penghentian hakim yang memeriksa perkara ini di PN Surabaya. Itu harapan kami," pesan Dimas.
Kasus pembunuhan Dini Sera (29) berawal dari sang pacar, Gregorius Ronald Tanur (30) melakukan penganiayaan di kawasan Lenmarc Mall di Jalan Mayjen Jonosewejo, Lakarsantri, Surabaya, pada 4 Oktober 2023.
Uniknya Ronald memberikan laporan bahwa korban tewas ke pihak Kepolisian Sektor Lakarsantri.
Dari laporan tersebut, petugas langsung menuju tempat kejadian perkara (TKP). Hal ini membuat pihak kepolisian merasa kematian korban terasa janggal.
Korban dan pelaku ternyata sempat melakukan aktivitas karaoke dengan menyandingkan kegiatan lainnya untuk meminum minuman beralkohol setelah dilakukan pendalaman perkara.
Pelaku dan korban tiba-tiba bertengkar hendak pulang setelah berkaraoke sambil meminum alkohol.
Pertengkaran tersebut membuat kaki kanan korban ditendang oleh Ronald dan langsung terduduk.
Setelah itu, kepala korban mendapat pukulan botol miras Tequila sebanyak dua kali oleh pelaku.
Mereka pun langsung melanjutkan untuk mengarah ke basement parkiran setelah terlibat cekcok. Namun, pertengkaran tersebut belum kunjung selesai.
Korban bersandar di bagian sebelah kiri pintu kendaraan mobil. Setelah itu Ronald langsung melindas tubuh korban saat membelokkan mobilnya ke kanan.
Tak hanya itu, korban yang sempat terlindas juga terseret kurang lebih sejauh lima meter.
Tentu, kasus penganiayaan tersebut jika mengacu dalam hukum Islam sudah melakukan tindakan kejahatan.
Terutama jika penganiayaan tersebut melibatkan dua sepasang kekasih akibat adanya permasalahan yang tidak bisa diselesaikan bersama.
Lantas, seperti apa bahaya penganiayaan dalam Islam berdasarkan dari kasus melibatkan Ronald Tannur membunuh Dini Sera Afriyanti? Buya Yahya menjelaskan tentang hal ini sebagai berikut.
Dikutip tvOnenews.com dari channel YouTube Al-Bahjah TV, Selasa (30/7/2024), Buya Yahya menjelaskan tentang penganiayaan dilakukan oleh sepasang kekasih.
Buya Yahya meyoroti sikap laki-laki yang selalu memberikan kekerasan terhadap pasangannya.
Buya Yahya memahami setiap hubungan asmara selalu ada pertengkaran dan hal tersebut tidak bisa dihindarkan jika ada masalah.
Meski demikian, pengasuh LPD Al Bahjah, Cirebon itu menegaskan setiap permasalahan tidak boleh menunjukkan kekerasan.
"Laki-laki baik itu tidak akan mencaci (pasangannya), biarpun dia (pacar) layak untuk dicaci, paham kau para laki-laki," kata Buya Yahya.
Buya Yahya menjelaskan laki-laki yang baik dan santun tidak pernah memberikan kekerasan meski permasalahan ditimbulkan dari pacarnya.
"Dalam Al-Quran itu harus dipukul, pukulnya itu bukan pukul bogem tapi maksudnya pukul pakek ujung siwak, bukan langsung pake tongkat, masuk rumah sakit jahit 16, itu laki-laki gila," tegasnya.
Ia pun berharap agar laki-laki harus sabar dalam menghadapi pasangannya terutama menjaga lisan supaya tidak menambah masalah.
"Maka jangan biasakan lisanmu lisan mencaci," imbuhnya.
Pria bernama asli KH. Zainul Ma'arif itu mengkhawatirkan pasangan sekarang tidak bisa mengontrol sikapnya.
Misalnya dari pihak laki-laki atau wanita sering menjelek-jelekkan dan mengeluarkan ucapan tidak pantas terhadap pasangannya.
Ia menyoroti jika publik terus mengolok-oloknya segera instropeksi diri dan tidak perlu memberikan sikap menuduh pasangannya telah bersalah.
"Jangan jadikan dirimu tempat untuk dicaci maki, berbenahlah, kalo ada orang mencaci itu jangan serta merta salahkan dia. Ini kaidah secara umum kenapa anda dicaci," tandasnya.
(hap)
Load more