Jakarta, tvOnenews.com - Satu ulama nusantara yang hingga kini masih dikenang adalah KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa dengan Mbah Moen.
KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen dimakamkan di pemakaman Ma’la, Mekkah, Arab Saudi.
Sebelum wafat, kala itu, KH Maimun Zubair atau Mbah Moen, yang lahir di Rembang, Jawa Tengah, 28 Oktober 1928, tengah melaksanakan ibadah haji.'
Hingga kini, sosok KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen terus dikenang dengan kisah-kisahnya, termasuk pesan-pesan beliau.
Berikut beberapa pesan KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen mengenai hidup berbangsa, yang dikutip oleh tvOnenews dari buku Pesan Cinta Mbah Moen pada Senin (10/7/2023).
Salah satu pesan KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen tentang hidup berbangsa adalah bahwa bangsa Indonesia tak pernah melupakan Tuhan.
“Bangsa indonesia membentuk negara yang tidak melupakan Tuhan (hablum minallah hubungan dengan Allah) seraya mengakui keragaman realitas sosial (hablum minannas, hubungan dengan manusia),” ujar Mbah Moen.
KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen (Ist)
“Mempraktikkan prinsip hablum minallah tidak dapat dilepaskan dari praktik hablum minannas bahkan menjadi ketentuan yang tak terpisahkan,” sambung Mbah Moen.
Pesan lain KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen dalam berbangsa adalah bahwa umat manusia selalu mengalami perubahan.
“Umat manusia selalu dipenuhi dinamika perubahan. Kehidupan selalu menuju arah yang lebih maju dan berperadaban,” ujar Mbah Moen.
“Ini ditunjukkan pada saat Perang Dunia Kedua tragedi kemanusiaan global indonesia yang patut disyukuri,” lanjut Mbah Moen.
Ilustrasi Timbangan Keadilan (Freepik/sergiign)
Menurut KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen , keadilan adalah sebuah bentuk dari hubungan manusia dengan manusia atau yang dalam Islam disebut dengan Hablu Minannas.
“Salah satu bentuk implementasi hablum minannas (hubungan dengan manusia) adalah mewujudkan keadilan,” pesan Mbah Moen.
Maka keadilan sangatlah penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga harus selalu dijaga agar selalu merata dirasakan oleh seluruh bangsa.
Menurut KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen, ada lima unsur penting dalam kehidupan yang menjadi pertimbangan dalam semua hukum syariat.
“Keadilan berhubungan dengan maqashid syariah (tujuan-tujuan syariah) atau lima unsur penting dalam kehidupan yang menjadi pertimbangan dalam semua (perumusan) hukum syariat,” kata Mbah Moen.
Lima unsur itu kata Mbah Moen yaitu pertama keselamatan jiwa.
“Dua penghargaan terhadap akal pikiran, tiga penghargaan terhadap kehendak manusia untuk diakui dan bersosialisasi,” katanya.
Sementara yang keempat adalah kebutuhan materiil dan kelima meneruskan keturunan.
Ilustrasi Bhineka Tunggal Ika (ant)
“Kita semua seluruh umat manusia adalah saudara. Sama-sama keturunan Nuh AS,” kata Mbah Moen.
“Maka, yang terpenting adalah bagaimana agar bangsa Indonesia bisa memberi teladan kepada dunia tentang kehidupan Berbhineka Tunggal Ika,” sambung pesan Mbah Moen.
Mbah Moen kemudian mengatakan lebih lanjut mengenai makna dari Bhineka Tunggal Ika.
“Ya Allah, kebhinekaan dan keberagaman yang Engkau titahkan pada kami benar sesuai irodahMu (keinginanMu),li ta’arofu, untuk saling mengenal,” tandas Mbah Moen.
Karena kata Mbah Moen, meski berbeda dan agama berlainan, manusia tetap bisa disatukan.
“Menjunjung harkat bangsa adalah satu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan keislaman,” kata Mbah Moen.
KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen (kolase tvOnenews)
KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen adalah seorang ulama sepuh yang tinggi keilmuannya.
Sosok KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen adalah Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang dan menjabat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan.
Tak hanya itu, KH Maimun Zubair atau Mbah Moen merupakan murid dari Syaikh Said al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.
Kedalaman ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama KH Maimun Zubair atau Mbah Moen sangat kuat.
Kemudian, KH Maimun Zubair atau Mbah Moen meneruskan mengaji di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim.
Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Pada umur 21 tahun, KH Maimun Zubair atau mbah Moen melanjutkan belajar ke Mekkah Mukarromah.
Di Mekah, Kiai Maimun Zubair mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Setelah berakhirnya masa tugas, ia mulai berkonsentrasi mengurus pondok pesantren yang dipimpinnya itu.
Load more