Mengenang Buya Hamka Sang Ulama, Politisi, dan Pejuang, Sosoknya Dikenal Tak Punya Sifat Pendendam
- dok ist
Sepak Terjang Buya Hamka Sebagai Politisi
Buya Hamka aktif terlibat dalam pergerakan nasional Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Pada tahun 1927, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) dan menjadi aktivisnya.
Pada masa itu, ia aktif mengadakan pengajian dan ceramah untuk mempersiapkan umat Islam dalam menghadapi kolonialisme dan modernitas.
Hamka juga pernah menjadi anggota Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi politik yang didirikan pada tahun 1943 yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, ia juga menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) dan membantu menyusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah Indonesia merdeka, Buya Hamka menjadi anggota Dewan Konstituante yang bertanggung jawab untuk menyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang baru.
Ia juga menjadi anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dan beberapa kali ditunjuk sebagai duta besar Indonesia di luar negeri.
Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Buya Hamka juga menulis dan menyebarkan tulisan-tulisannya melalui majalah dan surat kabar. Ia menyebarkan pemikiran-pemikiran nasionalis dan mengajarkan nilai-nilai keadilan dan kebebasan.
Kiprah Buya Hamka untuk kemerdekaan Indonesia tidak hanya terbatas pada perjuangan fisik melawan penjajah, tetapi juga melalui pengajaran dan penulisan yang mempengaruhi pemikiran banyak orang di Indonesia dan menjadi inspirasi bagi gerakan-gerakan kebangsaan di masa yang akan datang.
Buya Hamka Sempat Dipenjara di Masa Pemerintahan Soekarno
Pada tahun 1955, Buya Hamka sempat menolak gagasan Demokrasi Terpimpin yang dicanangkan oleh Soekarno. Organisasi Masyumi pun berujung dibubarkan pada tahun 1964 karena dinilai ikut andil dalam pemberontak PRRI.
Buya Hamka dituduh ingin menggulingkan pemerintahan Indonesia hingga membunuh Soekarno. Ia pun dipenjara. Hamka baru bebas pada tahun 1966, namun sosoknya tak menyimpan dendam sedikit pun.
Dalam sejumlah buku yang ditulisnya, Buya Hamka mengatakan dirinya telah memaafkan hal tersebut. Hal ini dibenarkan oleh seorang penulis biografi Buya Hamka, A Fuadi. Dia menuliskan bahwa salah satu kehebatan Buya Hamka adalah ia tidak pernah punya dendam, dan selalu memaafkan orang yang melakukan kejahatan kepadanya.
Load more