Kisah Batalnya Puasa Dua Orang Perempuan di Zaman Nabi Muhammad
- freepik
![]()
Ilustrasi Orang yang sedang Gibah (freepik)
Gibah atau membicarakan keburukan orang lain adalah perbuatan yang selamanya dilarang dalam agama Islam, terlebih di bulan suci Ramadhan.
Sudah merupakan suatu kewajiban bagi orang yang berpuasa untuk memperhatikan adab dan menjaga nilai-nilai spiritual dari puasa itu sendiri, agar hari-hari yang ia lewati di bulan Ramadhan tidak hanya sebatas menahan lapar dan haus, tapi juga bisa menahan diri dari melakukan perbuatan yang tercela, sebagaimana tujuan utama diwajibkannya puasa, yaitu agar kita menjadi insan yang bertakwa.
Hal yang bisa diambil pelajaran dari kisah di atas adalah meskipun kedua perempuan tersebut tidak memakan apapun saat mereka berpuasa, tapi mereka menggunjing aib banyak orang. Sedangkan dalam Al-Qur`an disebutkan orang yang gemar menggunjing sama saja seperti orang yang suka memakan bangkai daging orang yang ia bicarakan.
Lantas, masihkah kita mau menggunjing dalam keadaan berpuasa yang akan menggugurkan pahala berpuasa? Tentu saja tidak kan? Oleh karena itu, marilah kita jalani puasa ini dengan tidak hanya mencegah sesuatu untuk masuk ke dalam tubuh kita. Tapi lebih dari itu, yaitu menjaga segenap anggota tubuh kita agar tidak melakukan sesuatu yang dilarang dalam agama.
![]()
Ilustrasi Gibah (freepik)
Bulan Ramadhan sering kita sebut sebagai bulan yang suci, jangan kita nodai kesucian bulan ini dengan perbuatan buruk. Jadikanlah bulan Ramadhan sebagai momen untuk mensucikan rohani diri, sehingga kita keluar dari bulan Ramadhan dalam keadaan fitri nan suci seperti fitrahnya seorang bayi. Ini sejalan dengan apa yang disabdakan oleh Nabi:
إن الله عز وجل فرض صيام رمضان وسننت قيامه فمن صامه وقامه احتسابًا خرج من الذنوب كيوم ولدته أمه
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berpuasa di bulan Ramadhan dan aku telah menganjurkan untuk menghidupkannya (dengan ibadah sunnah). Maka, siapa yang berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya.” (al-Fath alRabbānī, 9:224).
Load more